000


Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga

123

Laman

Thursday, June 30, 2011

087) Tahun 1870 Paus Pius IX Memproklamasikan Doktrin Infalibilitas Paus


Pope Pius IX (1846-1878)


Image


Apakah Italia akan tampak sebagai suatu daerah di atas peta atau sebuah negara kesatuan?

Siapa yang akan memerintah negara baru tersebut?

Pada pertengahan abad kesembilan belas, inilah pertanyaan-pertanyaan yang menanti jawaban. Eropa telah melihat banyak perubahan pada tahun 1848, ketika gelombang nasionalisme menyapu benua itu. Di Perancis, Italia dan selusin negara lain, masyarakat telah mulai menuntut hak mereka akan negara mereka sendiri, berdasarkan bahasa dan letak geografis, daripada diperintah negara-negara lain. Sisilia berupaya memerdekakan diri dari kerajaan Bourbon, dan daerah-daerah bagian utara Italia berupaya mengakhiri kungkungan pemerintahan Austria.

Paus yang baru, Pius IX, mendukung risorgimento ('kebangkitan") itu, yang hendak menciptakan negara berbahasa Italia. Ketika ia memberikan daerah-daerah kepausan sebuah konstitusi, paus telah menyenangkan hati kaum liberal. Hal itu tidak bertahan lama. Ketika kaum revolusioner membunuh perdana menteri yang baru, paus lari dari daerah kepausan untuk sementara waktu. la kembali dengan bantuan tentara Perancis; sekarang ia melihat ancaman kaum liberal dan ingin memberi dukungan bagi pemerintahan absolut lama.

Pada tahun 1869, paus yang sedang terkepung mengadakan Konsili Vatikan I. Falsafah-falsafah liberal serta rasa nasionalisme yang meningkat telah menjadi dorongan untuk berpikir lebih bebas dalam gereja. Para imam dan uskup mulai mempertanyakan kekuasaan paus. Dalam dunia yang tidak lagi merupakan Katolik semuanya, kepausan telah kehilangan pengaruh politiknya juga. Gereja perlu memperhatikan tantangan-tantangan pemikiran kaum liberal dan melemahnya kepentingan tradisi dalam gereja.

Pada tahun 1854, paus menyatakan bahwa Perawan Maria telah dikandung tanpa dosa – doktrin Immaculate Conception. Meskipun banyak orang Katolik telah menerimanya selama bertahun-tahun lamanya, dan sekarang hal itu telah menjadi doktrin gereja yang baku.

Sembilan tahun kemudian paus menyimpulkan hal itu dalam Syllabus of Errors (ikhtisar Ajaran-ajaran Sesat). Dalam upayanya melawan arus liberalisme, ia membuat daftar hal-hal yang tidak boleh dipercayai orang-orang Katolik, termasuk pemikiran modern: seperti rasionalisme atau sosialisme, perkawinan di catatan sipil, dan banyak lagi bentuk-bentuk toleransi agama.

Konsili Vatikan itu mengemukakan peranan paus yang berlangsung di gereja. Paus berupaya mengukuhkan dua hal: bahwa paus, bergelar Vicar of Christ (Wakil Kristus), mempunyai kuasa penuh dan langsung terhadap seluruh gereja dan hierarkinya; dan bila ia bicara ex cathedra ("dari kursinya", dalam kapasitasnya sebagai paus), ia tidak dapat sesat (infallible). Meskipun ada liberalisme dalam gereja namun paus menang pada Konsili Vatikan I itu. Keduanya dijadikan doktrin gereja.

Meskipun kaum liberal tidak menyetujuinya, bagi banyak orang, absolutisme seperti itu adalah sesuatu yang patut disambut. Mereka hidup dalam zaman yang rancu; banyak hal telah berubah secara politik maupun filosofis. Banyak orang Katolik menghendaki kepastian bahwa beberapa hal – seperti paus dan ajaran-ajaran gereja — akan tetap kokoh.

Paus tidak memegang otoritas politiknya, karena kira-kira dua bulan setelah Konsili Vatikan I, Victor Immanuel menduduki Roma, dan penduduknya memilih pembentukan kerajaan Italia. Meskipun paus kehilangan kuasa sementara, namun ia telah meraih keefektifan spiritual. Dari Vatikan ia menjalankan lebih banyak otoritas daripada pejabat tinggi gereja yang paling berkuasa pada Abad Pertengahan.

Gereja Katolik tidak berubah hingga Konsili Vatikan II.

Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-80.html

No comments:

Post a Comment