Konsili Trente, diukir oleh A. Schiavonetti
Dihadapkan dengan penyelewengan dalam Gereja Katolik, ada yang menyalurkannya dalam protes. Namun, banyak yang tidak setuju dengan apa pun tetap bertahan dalam gereja, dengan harapan memenangkan (posisi) dalam hierarki.
Di bawah Leo X yang gemar berfoya-foya, yang telah membangkitkan Luther, perubahan tidak dapat berlangsung, tetapi Paus Paulus III tertarik dengan perubahan. Ia menunjuk para kardinal yang berpikiran reformis dan membentuk sebuah komisi untuk merekomendasikan perubahan, merintis jalan bagi konsili gerejawi.
Komisi tersebut memberinya laporan yang menyakitkan: Biara telah menjadi terlampau duniawi; banyak yang mendapat kedudukan dengan menyuap, dan ordo-ordo kebiaraan telah menjadi skandal amoral; khususnya tentang penyelewengan dalam penjualan indulgensi dan pelacuran besar-besaran di Roma, kota yang dianggap suci.
Meskipun Konsili yang diundang Paulus dimulai pada tahun 1545, konsili itu bertemu secara berkala hingga tahun 1563 dalam tiga sesi utama dengan kehadiran yang memprihatinkan. Persaingan politik telah menjadi penyebabnya. Namun Konsili tersebut telah membawa beberapa perubahan.
Dalam pembahasan tentang moralitas, Gereja Katolik mengikuti petunjuk komisi. Indulgensi dihapuskan, dan rohaniwan didesak untuk "menghindari kesalahan-kesalahan sekecil apa pun".
Konsili menandaskan ulang posisi Katolik secara doktrinal. Mereka menegaskan kembali bahwa ada tujuh sakramen, bukannya dua, seperti yang dikatakan orang-orang Protestan, dan bahwa sakramen itu sangat dibutuhkan untuk keselamatan. Sambil menolak ajaran-ajaran reformasi, Gereja tidak mengakui bahwa orang-orang dapat mengetahui bahwa mereka telah dibenarkan. Roti dan anggur telah menjadi tubuh dan darah Kristus, mereka menegaskan kembali, sambil mengutuk ajaran Protestan tentang komuni. Demikian juga halnya dengan pandangan Protestan tentang pentingnya kebaktian diselenggarakan dalam bahasa-bahasa umum dan memberi jalan pada misa Latin.
Takut akan apa yang terjadi jika setiap orang dapat membaca sendiri Kitab Suci, Konsili mengatakan gerejalah yang mampu menafsirkan Kitab Suci dan menolak penggunaan Alkitab dalam bahasa-bahasa umum. Vulgata berbahasa Latin itulah yang diharuskan bagi pembacaan di muka umum dan untuk tulisantulisan doktrinal.
Reformasi dalam Konsili Trente telah memisahkan lebih jauh lagi pandangan-pandangan Katolik dan Protestan. Meskipun Gereja Katolik mengubah apa yang dianggap golongan Protestan sebagai isu-isu sepele, tidak ada perubahan apa pun yang terjadi, dalam arti bahwa tradisi dan Kitab Suci masih berlaku dalam menentukan kegiatan-kegiatan gereja. Berbagai perbedaan doktrinal tetap belum berubah.
Sumber :http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
No comments:
Post a Comment