Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Thursday, June 30, 2011
047) Tahun 1517 Martin Luther Memampangkan Sembilan Puluh Lima Dalilnya
Martin Luther (1483-1546)
"Seketika uang bergemerincing dalam peti, jiwa pun melompat dari api penyucian." Itulah alunan Johann Tetzel, orang yang diberi kuasa menarik dana untuk membangun sebuah basilika baru di Roma. Kiat-kiatnya mengumpulkan dana — penjualan indulgensi (surat pengampunan dosa) – sungguh sederhana, yaitu menjual pengampunan. Keluarkanlah mereka (yang telah meninggal) yang kaukasihi dari api penyucian dengan uang bayaran, dan rauplah pengampunan bagi dosamu sendiri.
Gereja penuh korupsi. Jabatan-jabatan gerejawi dibeli kaum bangsawan yang kaya dan dipakai untuk meraup kekayaan dan kekuasaan yang lebih besar. Seorang di antaranya adalah Albertus dari Brandenburg yang membeli baginya jabatan uskup agung Mainz dengan uang pinjaman, dan harus mencari jalan untuk mengembalikan utang tersebut. Paus telah mengizinkan penjualan indulgensi di kawasan Albertus, sejauh separo jumlah yang dipungut dapat membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma. Sisanya untuk Albertus. Setiap orang merasa gembira — kecuali sejumlah orang Jerman yang saleh, di antaranya Martin Luther.
Tetzel, seorang biarawan Dominikan dan pengkhotbah populer, menjadi pejabat yang ditunjuk untuk indulgensi. Ia mengembara dari kota ke kota, menjajakan keuntungan indulgensi: "Dengarkanlah suara-suara keluarga dan teman-teman Anda terkasih yang telah meninggal, yang memohon kepada Anda dengan katakata, 'Kasihanilah kami, kasihanilah kami. Kami dalam kesakitan yang menakutkan dan kau dapat menebus kami dengan jumlah uang yang tak seberapa.' Tidakkah Anda menginginkannya?"
Luther, seorang imam dan profesor di Wittenberg, menentang keras penjualan indulgensi tersebut. Ketika Tetzel tiba, Luther membuat daftar yang terdiri dari sembilan puluh lima "ganjalan hati" dan ditempelkannya pada pintu depan gereja yang berfungsi sebagai papan pengumuman. Pengampunan ilahi, dengan pasti, tidak dapat diperjualbelikan, kata Luther, karena Allah memberikannya dengan cuma-cuma.
Bagaimanapun juga, indulgensi hanyalah puncak gunung es. Luther mengecam seluruh korupsi Gereja dan menuntut pengertian baru tentang kepausan serta otoritas yang sesuai dengan Kitab Suci. Tetzel telah hilang dari panggung (ia meninggal pada tahun 1519), tetapi Luther melanjutkan dan memimpin revolusi agama yang mengubah dunia Barat secara radikal.
Luther lahir pada tahun 1483 dari pasangan petani di Eisleben, di Jerman. Ayahnya, seorang penambang, mendorongnya belajar hukum dengan mengirimkannya ke Universitas Erfurt. Tetapi, suatu peristiwa yang nyaris menyebabkan kematiannya, terkena halilintar, membuat Luther berubah haluan. Ia masuk biara Agustinian pada tahun 1505, dan menjadi imam pada tahun 1507. Karena kemampuan akademisnya, atasannya mengirim dia ke Universitas Wittenberg untuk meraih gelar dalam teologi.
Pergolakan spiritual yang menyusahkan orang Kristen lain menimpa diri Luther juga. Ia sungguh sadar akan dosanya sendiri, akan kesucian Allah, ketidakmampuannya dalam memperoleh belas kasih Tuhan. Pada tahun 1510, dia pergi ke Roma dan kecewa oleh iman bersifat mekanis yang ia temui di sana. la melakukan semua yang dapat ia lakukan untuk menegakkan kesalehannya. Ia bahkan naik tangga Pilatus, yang dianggap pernah dilalui Kristus. Luther berdoa dan mencium setiap anak tangga ketika ia naik, namun keraguannya belum teredam.
Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Wittenberg sebagai doktor teologi untuk mengajar pelajaran Alkitab. Pada tahun 1515, ia mulai mengajarkan Surat Paulus kepada Jemaat di Roma. Kata-kata Paulus meresap dalam jiwa Luther.
"Keadaan saya ialah, meskipun saya seorang biarawan yang tanpa cela, saya berdiri di hadapan Allah sebagai orang berdosa, yang hati nuraninya kacau, dan saya tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa jasa saya dapat membujuk-Nya," tulis Luther. "Siang dan malam saya merenungkannya, sehingga saya melihat hubungan antara kebenaran Allah dan kalimat 'orang benar akan hidup oleh imannya'. Maka pahamlah saya bahwa keadilan Allah adalah kebenaran yang melalui mana kasih karunia dan belas kasihan Allah belaka membenarkan kita melalui iman. Maka di situlah saya merasa bahwa saya dilahirkan kembali dan telah memasuki surga melalui pintu yang terbuka. Seluruh Injil menampakkan arti baru ... Tulisan Paulus ini merupakan pintu gerbang ke surga bagi saya"
Kemudian, dengan lebih yakin akan kepercayaannya sendiri, dan dengan dukungan rekan-rekan kerjanya, Luther merasa bebas berbicara melawan korupsi. la telah mengkritik penjualan indulgensi dan pemujaan relikwi sebelum Tetzel datang. Tetzel hanya membawa konflik itu ke permukaan. Sembilan puluh lima dalil Luther ditahan, mengingat bencana yang telah dibawanya. Sesungguhnya, dalil-dalil itu merupakan undangan untuk suatu perdebatan.
la pun memasuki gelanggang debat, pertama dengan Tetzel, kemudian dengan sarjana terkenal Johann Eck, yang menuduh Luther berajaran sesat. Tampaknya, pada awalnya Luther mengharapkan paus setuju dengannya tentang penyalahgunaan indulgensi. Tetapi ketika kontroversi itu berlanjut, Luther menguatkan oposisinya sendiri terhadap kepausan. Pada tahun 1520, paus menerbitkan keputusan yang mengutuk pandangan Luther, dan Luther membakarnya. Pada tahun 1521, Diet (persidangan) di Worms memerintahkan Luther menarik kembali pandangannya yang telah diterbitkan. Di sana, menurut legenda, Luther menyatakan, "Di sini saya berdiri. Saya tidak dapat melakukan yang lain. Tuhan tolong saya. Amin."
Sejak itu Luther dikucilkan, tulisan-tulisannya dilarang. Demi keselamatan dirinya, ia diculik oleh pelindungnya, Frederick si Bijak, dan disembunyikan di Benteng Wartburg. Di sana ia melanjutkan tulisan-tulisan teologisnya dan menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman populer.
Namun, pertempuran baru dimulai. Karena berani menentang paus, Luther menyulut perasaan kemerdekaan pada diri para bangsawan dan para petani Jerman. Jerman pun bagaikan sehelai selimut yang terbuat dari potongan kain perca, karena sebagian golongan menawarkan diri untuk membantu Luther dan yang lain masih setia pada Roma. Reformasi juga bergerak di Swiss, yang dipimpin oleh Ulrich Zwingli. Perhatian Gereja dan Kekaisaran Romawi disibukkan oleh pergumulan politik sepanjang tahun 1520-an. Ketika mereka ingin menindak para reformator, keadaan sudah terlambat.
Pertemuan di Augsburg pada tahun 1530 hampir saja membawa kembali maksud atau cita-cita Lutheran di bawah naungan Roma. Rekan sekerja Luther, Philip Melanchthon memprakarsai pernyataan damai tentang pandangan Luther dengan menampilkan posisi mereka sebagai yang benar bagi Katolisisme historis. Tetapi konsili Katolik itu menuntut konsesi-konsesi, hal yang tidak dapat dilakukan oleh Luther, maka perpecahan pun menjadi final.
Dalam kilas balik, tampaknya peristiwaperistiwa Reformasi sebagian besar disebahkan oleh kepribadian Luther yang unik. Tanpa merenungkan keraguannya sendiri, ia tidak mungkin menggali kebenaran Kitab Suci seperti yang telah dilakukannya. Tanpa semangatnya akan kebenaran, ia tidak mungkin menempelkan posternya. Tanpa keberadaannya yang lantang, ia tidak mungkin menarik pengikut dalam jumlah yang lumayan. Ia hidup pada zaman yang cukup matang untuk perubahan, dan dialah orang yang ideal untuk melakukan hal itu.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment