Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Thursday, June 30, 2011
038)Tahun 1273 Thomas Aquinas Menyelesaikan Karyanya Summa Theologica
Thomas Aquinas
Orang yang sistem teologinya di kemudian hari menjadi panduan bagi gerejanya, dulunya dijuluki sebagai 'Dumb Ox" (sapi bisu) oleh rekan-rekan sekolahnya di Cologne. Meskipun julukan ini mungkin cocok mengingat tubuhnya yang besar, lamban dan sikapnya yang serius, nama ini tentunya tidak mencerminkan kecerdasan otaknya.
Teolog terbesar Abad Pertengahan, Thomas Aquinas, dilahirkan pada tahun 1225 dalam keluarga bangsawan yang kaya. Menjelang usia lima tahun ia terkenal akan kesalehannya, dan orangtuanya pun mengirim dia ke sekolah biara.
Pada usia empat belas tahun, ia pergi ke Universitas Naples. Di sana Thomas begitu terkesan dengan guru Dominikannya. Ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawan Dominikan juga.
Keluarga Thomas berupaya keras mengubah pikirannya. Mereka mencoba menculiknya, membujuknya dan menyekap dia selama satu tahun, namun akhirnya mereka mengalah. Thomas pergi ke Paris untuk belajar pada Albertus Magnus, yang kemudian mempekerjakannya ke Paris.
Pada zaman ini, filsuf-filsuf bukan Kristen mengusik otak para pemikir Kristen. Karya-karya Aristoteles, Averroes yang Muslim dan Maimonides yang Yahudi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Para sarjana tertarik kepada para filsuf yang menjelaskan seluruh jagat raya tanpa mengacu pada Kitab Suci Perjanjian Baru.
Melanjutkan tradisi kesarjanaan, Thomas berupaya menyatukan rangkaian filsafat dan teologi yang agak terpisah. Ia membedakan keduanya, yang ia sebut akal dan wahyu, namun ia menekankan bahwa keduanya itu tidak perlu dipertentangkan. Keduanya adalah sumber pengetahuan la mengatakan bahwa keduanya berasal dari Allah, namun, "Dalam teologi suci, segala sesuatu diperlakukan dari sudut pandang Allah."
Thomas memahami keterbatasan rasio, yang hanya didasari pengetahuan melalui indra. Sementara kita dibawa rasio untuk percaya kepada Allah, menurutnya, hanya wahyulah yang akan menunjukkan Allah Tritunggal yang ada di Alkitab. Wahyu sendiri dapat dengan sempurna menunjukkan asal-usul dan nasib manusia. Dengan menggunakan wahyu dan logika sebagai dasarnya, manusia dapat membangun teologi yang akan menjelaskan dirinya dan alam semesta ini.
Argumentasi Summa Theologica yang berliku-liku itu menunjukkan kesanggupan Thomas Aquinas untuk melakukan penalaran yang rumit. Pada awalnya ia ditentang. Di Gereja, banyak yang tidak menerima penekanan kaum Skolastik pada akal. Tetapi tidak lama kemudian, karya ini dan karya-karya lainnya, seperti Summa Contra Gentiles, yang pada satu masa mengundang perbantahan, telah menjadi bagian terkemuka doktrin Gereja. Ketika Gereja Katolik mengatur kekuatan melawan kebangkitan Protestan pada Konsili Trente, mereka menggunakan karya-karya Aquinas.
Meskipun ia telah menjadi salah seorang teolog, guru dan pengkhotbah terkemuka gereja, keberadaan Aquinas tetap sederhana. Tiga bulan menjelang kematiannya, pada tahun 1274, ia mengumumkan bahwa penglihatan dari surga dengan jelas menunjukkan bahwa teologinya hanyalah "tumpukan jerami". Ia membuang tulisan-tulisan teologis, dan Summa Theologica tidak pernah benar-benar diselesaikan.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-20.html
039) Tahun 1321 Dante Menyelesaikan The Divine Comedy
Dante Alighi
Pada salah satu epik terindah yang pernah ditulis, seseorang mengadakan perjalanan ke neraka, purgatory dan surga — suatu peziarahan dari dosa menuju keselamatan. Kisah perjalanan itu mempunyai pengaruh yang tak terhingga pada bahasanya sendiri — bahasa Italia — dan pada pembaca abad-abad berikutnya.
Karya Dante Alighieri The Divine Comedy (Komedi Ilahi), adalah sajak alegoris yang diperpanjang, yang dibagi atas tiga bagian: Bagian "Inferno" (neraka) mengikuti Dante melewati sembilan lingkaran neraka yang berpusat tunggal dengan pemandunya seorang pujangga Romawi, Virgil; "Purgatory" menggambarkan sebuah gunung dengan sembilan jenjang, di mana jiwa-jiwa yang telah diselamatkan mengikis dosa mereka sebelum masuk surga, dan buku terakhir, 'Paradise" (Surga), menceritakan perjalanannya bersama-sama Beatrice (wanita yang dipuja-puja sepanjang hidupnya) dan Bernardus dari Clairvaux melalui kesembilan lingkaran yang berpusat tunggal di surga, tempat ia menemui orang-orang kudus Allah.
Sajak tersebut benar-benar ortodoks secara teologi — meskipun Dante menempatkan paus sebagai yang berkuasa di neraka pada waktu itu. Dengan jelas juga dicerminkan dalam sajak itu keyakinan pada zamannya. Di sini kita melihat contoh keyakinan pada Abad Pertengahan secara konkret.
Dante sangat mengagumi karya klasik Latin dan Yunani, dan sangat dipengaruhi oleh Thomas Aquinas. Seperti Aquinas, ia percaya akan nilai akal, namun ia mengakui pula bahwa tujuan akhir adalah hidup bersama Allah. Tokoh Virgil mewakili upaya terbaik manusia untuk hidup suci dan berbudaya. Meskipun ia mendapatkan tempat khusus di sana, namun ia masih di neraka. Beatrice dan Bernhard mewakili kehidupan yang berkasih-karunia.
The Divine Comedy dengan jelas menggambarkan ganjaran abadi bagi yang sesat dan orang-orang kudus, bagi raja-raja dan rakyat biasa. Walaupun berbeda dengan teologi modern, namun arti mendalam yang terkandung di bawah figur-figur tersebut dapat berbicara dengan jelas pada jiwa seperti halnya pada imajinasi.
Akhirnya Dante melihat kerumunan yang ada di surga tersusun seperti kelopak sekuntum mawar. Imajinasinya terbentang melampaui kapasitasnya, dan ia mengakhirinya dengan penyembahan dan penghormatan pada "Kasih yang menggerakkan sang surya dan bintang-bintang lainnya".
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
040) Tahun 1378 Catherina dari Siena Pergi ke Roma untuk Mendamaikan Skisma Besar
Saint Catherine of Siena (1347–1380)
Siapa sangka, seorang gadis kelahiran tahun 1347, si bungsu dari dua puluh tiga bersaudara, dalam keluarga yang taat pada agama di Siena, akan menjadi pemandu dan pendukung para paus?
Meskipun masih berusia muda, Catherina telah menunjukkan pengabdian yang tinggi, dan ia berikrar akan menjadi mempelai wanita Kristus. Selama tiga tahun ia hidup terpisah dari dunia luar, tetapi ketika Black Death (wabah pes yang berjangkit dan mematikan di Eropa pada abad keempat belas) menyapu Eropa, Catherina memasuki lagi dunia ini dan melayani mereka yang sekarat; ada yang mengaku bahwa ia juga menyembuhkan para penderita. la juga mengunjungi para narapidana, membuat beberapa di antara mereka yang dijatuhi hukuman mati jadi bertobat.
Sementara itu, Catherina juga banyak menulis surat, memberikan konseling spiritual kepada setiap orang, dari orang awam sampai paus. Surat-surat semacam itu telah memberinya reputasi sebagai juru damai, karena ia menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam mendamaikan orang.
Salah satu kebutuhan besar untuk perdamaian abad ini ada pada kepausan. Selama bertahun-tahun Perancis telah mendominasi takhta paus - sedemikian rupa sehingga paus pindah ke Avignon, di Perancis. Meskipun hal ini menyenangkan orang-orang Perancis, tidak ada orang lain yang menyukai ide ini, dan selama bertahun-tahun pula para paus berpikir untuk kembali ke Roma.
Seperti banyak orang saleh pada zamannya, Catherina percaya bahwa paus harus berada di Roma agar ia tidak berhadapan dengan dominasi Perancis. la mendorong Paus Gregorius XI kembali ketika ia mengunjunginya di Avignon pada tahun 1376. Paus pindah ke sana namun meninggal tidak berapa lama kemudian.
Para Kardinal memilih Urbanus VI sebagai paus. Ketika mereka mulai tidak puas atas dirinya, mereka memilih Clement VII, yang kernbali ke Avignon. Skisma (perpecahan) Besar pun berawal - keadaan yang berlanjut selama tiga puluh sembilan tahun. Hal ini sungguh suatu skandal, ada dua orang paus yang masing-masing menuntut gelar "Wakil Kristus" ("Vicar of Christ")! Mereka berdua masing-masing mempunyai kelompok kardinal, dan apabila paus masing-masing meninggal, setiap kelompok akan menggantikannya dengan seseorang yang mereka sukai.
Ada beberapa negara yang mendukung paus yang satu, ada juga yang mendukung yang lainnya. Tampaknya hal ini telah menjadi permusuhan. Catherina berpihak kepada paus Roma, dan menulis surat yang menyengat para kardinal Perancis tentang pemilihan mereka. Pada tahuri 1378 ia pergi ke Roma, dengan berharap dapat memperbaiki perpecahan ini. la mengumpulkan orang-orang sekeliling Urbanus, tetapi juga mengecamnya atas beberapa tindakannya yang kurang bijaksana. Urbanus tidak tersinggung, sebaliknya ia mengagumi wanita saleh ini dan meminta petunjuk darinya.
Untuk sementara waktu kota yang bergejolak itu menjadi tenang. Namun ketika Catherina meninggal, dua tahun kemudian, Skisma Besar itu tetap bercokol.
Meskipun misi terakhir Catherina ini gagal, ia sendiri bukanlah kegagalan. Pada zaman ketika para paus telah menjadi luar biasa kaya dan berkuasa, ia membuktikan bahwa seorang wanita sederhana dapat mewujudkan sesuatu yang berbeda. Jenis kelaminnya atau awal ketakterkenalannya itu pun bukan hambatan baginya.
Pengaruhnya berlanjut sepanjang masa. Dialoguenya, yang menekankan perlunya setiap orang merespons panggilan Tuhan "dari dalam", sangat terkenal.
Perpaduan antara devosi mistik dan pelayanan Kristen yang aktif oleh Catherina telah menyentuh, baik orang-orang Katolik maupun Protestan.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
041) Tahun ±1380 Wycliffe Mengawasi Penerjemahan Alkitab ke dalam Bahasa Inggris
John Wycliffe (c. 1330 -1384) mengutus "pengkhotbah bagi orang miskin" dari Gereja Lutterworth
"Seorang tokoh berperawakan tinggi dan kurus, ditutupi jubah hitam panjang dan ringan ... kepalanya dihiasi jenggot yang bertumhuh lebat menampilkan ketampanan yang berpandangan tajam; matanya yang jernih dan menembus, bibir tertutup rapat sebagai tanda berpendirian teguh."
Begitulah John Wycliffe berdiri di depan uskup London pada tahun 1377, menjawab semua pertanyaan tentang ajaran sesat yang dituduhkan kepadanya. Temannya sekaligus pendukungnya, John Gaunt, pangeran Lancaster, melangkah dengan arogan ke dalam gereja. Pembicaraan apakah Wycliffe harus berdiri atau duduk berubah menjadi pertengkaran. Hal itu kemudian berubah menjadi pertikaian. John Gaunt pun lari menyelamatkan diri. Bayangkan saja, Wycliffe adalah seorang pemberani dan pembicara blak-blakan baik dalam teologi maupun pengetahuan. Tetapi dalam politik ia selalu terjebak dalam pertempuran antara dua pihak.
John Wycliffe adalah orang terpelajar yang terkemuka pada zamannya. Seluruh Inggris menghormati kebijakannya. Pendidikan di universitas masih merupakan fenomena baru ketika itu, dan peranan Wycliffe sungguhlah besar bagi reputasi Oxford, tempat ia belajar dan mengajar.
Namun, kehidupannya penuh dengan kontroversi. Ia mempunyai kebiasaan berbahaya, yaitu mengatakan apa yang dipikirkannya. Jika apa yang dipelajarinya membuatnya mempertanyakan tentang ajaran Katolik resmi, ia langsung menyuarakannya. Ia mempertanyakan hak gereja atas kuasa duniawi dan kekayaannya. Ia mempertanyakan juga penjualan surat-surat pengampunan dan jabatan-jabatan gerejawi, penyembahan para santo dan relikwi yang berbau takhayul, serta kuasa paus. la mempertanyakan juga pandangan resmi tentang Ekaristi (doktrin transubstansiasi) yang dikeluarkan oleh Konsili Lateran Keempat. Untuk pandangan-pandangan semacam ini dan lainnya, ia selalu harus membela diri di hadapan para uskup dan konsili-konsili.
Inggris penuh sentimen terhadap Gereja Roma, bahkan pada tahun-tahun 1300-an. Kepemimpinan sekuler sangat kuat di Inggris. Para pangeran — dan banyak orang awam — menyesaalkan cara Gereja merampas kekuasaan dan harta. John Gaunt sering memakai ide-ide dan kesohoran Wycliffe dalam berargumentasi dengan Gereja. Sebagai imbalannya, ia memberi Wycliffe semacam perlindungan dari hierarki.
Untuk sementara, Wycliffe merupakan pahlawan yang populer. Para pengikutnya, yakni Lollard, para imam yang menganut kemiskinan para rasul dan mengajarkan Kitab Suci kepada kalangan umum, mengembara di Inggris dengan Injil. Tetapi tatkala pengaruhnya. menurun, Wycliffe menjadi kurang berguna bagi para sponsornya, termasuk Lancaster. Peristiwa tahun 1377 mengakibatkan tulisannya dilarang.
Oposisi pun semakin intensif. Sementara ia sendiri diamankan dari kekerasan, tulisan-tulisannya dibakar dan ia dicopot dari kedudukannya di Oxford serta dilarang menyebarluaskan pandangannya.
Hal ini memberinya waktu untuk menerjemahkan Alkitab. Menurut Wycliffe, setiap orang harus diberi keleluasaan membaca Kitab Suci dalam bahasanya sendiri. "Oleh karena Alkitab berisikan Kristus, yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan, Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan bagi para imam saja," tulisnya. Maka meskipun Gereja tidak setuju, ia bekerja bersama sarjana lain untuk menerjemahkan Alkitab Inggris pertama yang lengkap. Menggunakan salinan tulisan tangan Vulgata (Alkitab terjemahan Bahasa Latin), Wycliffe berusaha keras membuat Kitab Suci agar dapat dimengerti oleh orang-orang sebangsanya. Edisi pertama diterbitkan. Penerbitan kedua yang diselesaikan setelah Wycliffe meninggal, mengalami perbaikan. Namun edisi itu dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe", dan dibagi-bagikan secara ilegal oleh para Lollard.
Wycliffe terkena stroke di gereja dan meninggal pada tanggal 31 Desember 1384. Tiga puluh satu tahun kemudian, Konsili Konstanz mengucilkan dia, dan pada tahun 1428 kuburannya digali dan tulang-tulangnya dibakar, abunya disebarkan di sungai Swift.
Tidak ada yang tahu secepat apa idenya akan tersebar di seluruh Eropa. Dampak ajarannya pada para pemimpin di kemudian hari, seperti Yohanes Hus, memberikan Wycliffe julukan "Bintang Fajar Reformasi". Ia sendiri berusaha tetap bertahan di Gereja Roma sepanjang hidupnya, tetapi dalam hati dan benak para pendengarnya, Reformasi sudah bergerak secara diam-diam.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
042) Tahun 1415 Yohanes Hus Dibakar pada Tiang Pancang
John Huss (1380-1415).
Burning of John Huss on July 6, 1415.
"Kita akan memberinya kesulitan." "We'll cook his goose." Orang yang dimaksud kata-kata tersebut ialah Yohanes Hus, yang arti nama belakangnya adalah goose (angsa) dalam bahasanya, Ceko. Orang yang mengucapkan kata-kata di atas mengacu pada fakta bahwa Hus dibakar di tiang pancang. Namun ketika para penguasa negara dan gereja menghukum Hus, mereka sesungguhnya menyulut api nasionalisme dan reformasi Gereja.
Pada tahun 1401, Yohanes ditahbiskan menjadi imam. Sebagian besar karirnya dihabiskan dengan mengajar di Universitas Charles, di Praha dan berkhotbah di Kapel Betlehem yang berpengaruh, yang letaknya tidak jauh dari universitas itu.
Meskipun negara John Wycliffe letaknya jauh dari Bohemia, pengaruhnya telah tersebar di sana setelah Raja Richard II menikah dengan Anne, saudara perempuan raja Bohemia. Anne telah membuka jalan bagi orang Bohemia belajar di Inggris, dengan demikian tulisan-tulisan Wycliffe yang berbau reformasi telah menyusup ke Bohemia.
Pada dinding-dinding Kapel Betlehem terdapat lukisan-lukisan paus dan Kristus dengan perilaku yang berlawanan. Ketika paus berkuda, Kristus berjalan kaki tanpa alas, ketika Yesus membasuh kaki para murid-Nya, kaki paus diciumi. Hus tersinggung dengan keduniawian para agamawan seperti itu, dan ia pun berkhotbah dan mengajar melawan hal itu, sambil menekankan kesucian pribadi serta kemurnian hidup. Dengan menekankan peranan Alkitab dalam otoritas Gereja, ia mengangkat pengajaran yang bersifat alkitabiah ke kedudukan penting dalam pelayanan di gereja.
Ajaran Hus menjadi populer di kalangan umum dan beberapa dari kalangan aristokrat, termasuk sang ratu. Ketika pengaruhnya di universitas bertumbuh pada proporsi yang besar, popularitas tulisan Wycliffe pun bertambah.
Uskup Agung Praha menolak ajaran Hus. la memerintahkan Hus untuk berhenti berkhotbah dan meminta universitas membakar tulisan-tulisan Wycliffe. Ketika Hus menolak perintahnya, uskup agung tersebut menghukumnya. Paus Yohanes XXIII (salah seorang dari tiga orang paus dalam Skisma Besar) menempatkan Praha di bawah interdict – suatu tindakan yang secara efektif mengucilkan seluruh kota itu, karenanya tidak seorang pun yang dapat menerima sakramen gereja. Hus setuju meninggalkan Praha, untuk membantu kota itu, tetapi ia senantiasa menarik massa, seperti ketika ia berkhotbah di gereja dan mengadakan persekutuan-persekutuan di clam terbuka.
Hus mengembangkan perlawanan terhadap kaum rohaniwan bukan saja dengan meninggalkan gaya hidup rohaniwan yang amoral dan mewah – termasuk paus – tetapi menegaskan bahwa hanya Kristus sajalah Kepala Gereja. Dalam bukunya On the Church (Tentang Gereja), ia membela otoritas kaum rohaniwan, namun menekankan bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Paus ataupun uskup, tambahnya, tidak dapat menciptakan doktrin yang berlawanan dengan Alkitab, tidak juga seorang Kristen sejati yang dapat patuh pada perintah rohaniwan, jika ternyata hal itu jelas-jelas salah.
Pada tahun 1414, Hus dipanggil ke Konsili Konstanz untuk mempertanggungjawabkan ajarannya. Kaisar Romawi yang saleh, Sigismund, menjanjikan keamanannya.
Konsili telah mengambil sikap bagi Hus. Setibanya di sana, Hus langsung ditangkap. Konsili mengutuk baik ajaran Wycliffe maupun Hus.
Ketika ia diserang, ia menolak menyangkal pernah menyatakan bahwa apabila seorang paus atau uskup berada dalam dosa, maka ia bukan lagi paus atau uskup. Secara lisan Hus telah menyertakan juga sang raja dalam daftar tersebut.
Sigismund memanggil Konsili itu untuk memperbaiki Skisma Besar, dan mereka telah melakukannya. Tetapi tentunya tidak ada konsili yang mernulihkan otoritas seorang paus akan membebaskan seorang pemberontak yang mempertanyakan hak tersebut.
Walau terkuras karena masa penjara yang panjang, penyakit dan kurang tidur, ia tetap menyatakan bahwa ia tidak bersalah dan menolak melepaskan "kesalahannya". Pada Konsili ia berseru, "Meskipun ditawarkan sebuah kapel penuh dengan emas, saya tidak akan mundur dari kebenaran."
Pada tanggal 6 Juli 1415, Gereja dengan resmi mengutuk Hus dan menyerahkannya kepada para otoritas sekuler untuk segera dihukum. Dalam perjalanan menuju tempat ia dieksekusi, Hus melewati halaman sebuah gereja. Di sana berkobar api unggun yang dibuat dari buku-bukunya. Sambil tertawa ia mengatakan kepada orang-orang di jalan agar tidak mempercayai kebohongan yang beredar tentang dia. Ketika ia tiba di tempat ia akan dibakar di atas tiang pancang, pejabat pemerintah yang bertugas menyarankan Hus menarik kembali pandangannya. "Allah adalah saksi saya," jawab gerejawan tersebut, "bukti yang mereka kemukakan salah. Saya tidak pernah mengajar atau berkhotbah kecuali dengan maksud memenangkan manusia, jika mungkin, dari dosa mereka. Hari ini saya akan mati dengan gembira."
Setelah ia meninggal, abu jasad Yohanes Hus ditaburkan di sebuah sungai. Kematiannya, yang dihadapinya dengan berani, meningkatkan rnartabatnya. Dipicu semangat kebangsaan dan keagamaan, para pengikutnya memberontak melawan Gereja Katolik dan kekaisaran yang didominasi oleh Jerman. Mereka menggulingkan keduanya secara efektif. Walaupun Paus mencoba segala upaya menindas gerakan ini, gerakan itu tetap bertahan sebagai gereja independen, yaitu Unitas Fratrum ("Persatuan Persaudaraan").
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
043) Tahun 1456 Johann Gutenberg Membuat Alkitab Cetak yang Pertama
Johann Gutenberg
Mesin cetak Johann Gutenberg, From Appleton's Cyclopaedia of Applied Mechanics, 1892
Selama Abad Pertengahan, tidak banyak orang memiliki Alkitab atau buku-buku apa pun. Para biarawan menyalin teks dengan tangan di atas lembaran-lembaran papyrus atau kertas kulit hewan. Biaya bagi bahan maupun waktu penyalinannya adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai orang-orang biasa, bahkan mengharapkan buku yang mungkin dia butuhkan tersedia.
Tidak banyak orang yang dapat membaca dalam bahasanya sendiri, dan buku-buku umumnya – termasuk Alkitab – hanya tersedia dalam bahasa Latin, bahasa yang dimengerti hanya oleh segelintir orang. Orang-orang awam bergantung pada imam setempat dan lukisan-lukisan atau patung-patung di gereja untuk informasi mengenai Alkitab. Acap kali imam setempat kurang atau sama sekali tidak terlatih dalam bahasa Latin, dan pengetahuannya tentang Alkitab sangat minim. Meskipun para sarjana berdebat tentang Alkitab dan menulis ulasan-ulasan, namun pemikiran mereka agak sukar ditelaah oleh orang-orang Kristen awam pada umumnya.
Salah satu perubahan besar pada abad kelima belas mempunyai dampak besar pada keadaan ini. Pada tahun 1440-an, Johann Gutenberg bereksperimen dengan keping-keping cetakan logam yang dapat dipindah-pindahkan. Dengan menyusun buku dalam cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar, dengan jumlah dana yang jauh lebih kecil daripada salinan tangan.
Pada tahun 1456 Gutenberg — atau sekelompok orang termasuk dia — mencetak 200 salinan Alkitab Hieronimus, Vulgata. Orang biasa masih belum dapat memahami firman Allah, tetapi ini adalah langkah pertama suatu revolusi besar.
Untuk sementara para pakar percetakan Mainz ini merahasiakan teknik Gutenberg sebagai rahasia perusahaan. Namun menjelang tahun 1483, tatkala Martin Luther lahir, setiap negara di Eropa memiliki sekurang-kurangnya satu percetakan. Dalam tempo lima puluh tahun sejak pencetakan Alkitab pertama oleh Gutenberg, percetakan-percetakan telah mencetak jauh melebihi salinan-salinan yang dihasilkan para biarawan berabad-abad lamanya. Buku-buku bermunculan dalam sejumlah bahasa, dan orang yang melek huruf bertambah.
Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan Reformasi memakan waktu lebih lama untuk dicapai. Selama hanya para rohaniwan yang dapat membaca firman Allah dan membandingkannya dengan ajaran gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi orang-orang Kristen awam.
Dengan penemuan percetakan ini, Luther dan para reformator lainnya dapat menyampaikan firman Allah kepada "setiap bocah pembajak (ladang) dan gadis pelayan". Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman yang baik dan mudah dibaca, yang digunakan berabad-abad lamanya. Tidak lagi seorang imam, paus atau konsili yang menjadi perantara bagi orang percaya dan pemahaman Alkitabnya. Meski banyak yang menyatakan bahwa tidak semua orang dapat mengerti firman Allah tanpa dijelaskan oleh para gerejawan, orang-orang Jerman itu mulai melakukan hal itu.
Ketika mereka membaca, orang-orang biasa ini mulai meresapi dunia Alkitab yang dramatis. Kegiatan-kegiatan iman di rumah-rumah tangga sudah dimungkinkan. Perlahan-lahan tembok antara pastor dan jemaat mulai runtuh. Daripada cemas akan "Apa yang harus saya akui kepada seorang imam?," orang percaya dapat bertanya, "Apakah hidup saya sesuai dengan ajaran Alkitab?"
Dengan penemuan alat cetak yang rumit ini, maka tersulutlah api di seluruh Eropa, yaitu api yang menyebarkan Injil dan yang membuat orang melek huruf.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
Mesin cetak Johann Gutenberg, From Appleton's Cyclopaedia of Applied Mechanics, 1892
Selama Abad Pertengahan, tidak banyak orang memiliki Alkitab atau buku-buku apa pun. Para biarawan menyalin teks dengan tangan di atas lembaran-lembaran papyrus atau kertas kulit hewan. Biaya bagi bahan maupun waktu penyalinannya adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai orang-orang biasa, bahkan mengharapkan buku yang mungkin dia butuhkan tersedia.
Tidak banyak orang yang dapat membaca dalam bahasanya sendiri, dan buku-buku umumnya – termasuk Alkitab – hanya tersedia dalam bahasa Latin, bahasa yang dimengerti hanya oleh segelintir orang. Orang-orang awam bergantung pada imam setempat dan lukisan-lukisan atau patung-patung di gereja untuk informasi mengenai Alkitab. Acap kali imam setempat kurang atau sama sekali tidak terlatih dalam bahasa Latin, dan pengetahuannya tentang Alkitab sangat minim. Meskipun para sarjana berdebat tentang Alkitab dan menulis ulasan-ulasan, namun pemikiran mereka agak sukar ditelaah oleh orang-orang Kristen awam pada umumnya.
Salah satu perubahan besar pada abad kelima belas mempunyai dampak besar pada keadaan ini. Pada tahun 1440-an, Johann Gutenberg bereksperimen dengan keping-keping cetakan logam yang dapat dipindah-pindahkan. Dengan menyusun buku dalam cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar, dengan jumlah dana yang jauh lebih kecil daripada salinan tangan.
Pada tahun 1456 Gutenberg — atau sekelompok orang termasuk dia — mencetak 200 salinan Alkitab Hieronimus, Vulgata. Orang biasa masih belum dapat memahami firman Allah, tetapi ini adalah langkah pertama suatu revolusi besar.
Untuk sementara para pakar percetakan Mainz ini merahasiakan teknik Gutenberg sebagai rahasia perusahaan. Namun menjelang tahun 1483, tatkala Martin Luther lahir, setiap negara di Eropa memiliki sekurang-kurangnya satu percetakan. Dalam tempo lima puluh tahun sejak pencetakan Alkitab pertama oleh Gutenberg, percetakan-percetakan telah mencetak jauh melebihi salinan-salinan yang dihasilkan para biarawan berabad-abad lamanya. Buku-buku bermunculan dalam sejumlah bahasa, dan orang yang melek huruf bertambah.
Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan Reformasi memakan waktu lebih lama untuk dicapai. Selama hanya para rohaniwan yang dapat membaca firman Allah dan membandingkannya dengan ajaran gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi orang-orang Kristen awam.
Dengan penemuan percetakan ini, Luther dan para reformator lainnya dapat menyampaikan firman Allah kepada "setiap bocah pembajak (ladang) dan gadis pelayan". Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman yang baik dan mudah dibaca, yang digunakan berabad-abad lamanya. Tidak lagi seorang imam, paus atau konsili yang menjadi perantara bagi orang percaya dan pemahaman Alkitabnya. Meski banyak yang menyatakan bahwa tidak semua orang dapat mengerti firman Allah tanpa dijelaskan oleh para gerejawan, orang-orang Jerman itu mulai melakukan hal itu.
Ketika mereka membaca, orang-orang biasa ini mulai meresapi dunia Alkitab yang dramatis. Kegiatan-kegiatan iman di rumah-rumah tangga sudah dimungkinkan. Perlahan-lahan tembok antara pastor dan jemaat mulai runtuh. Daripada cemas akan "Apa yang harus saya akui kepada seorang imam?," orang percaya dapat bertanya, "Apakah hidup saya sesuai dengan ajaran Alkitab?"
Dengan penemuan alat cetak yang rumit ini, maka tersulutlah api di seluruh Eropa, yaitu api yang menyebarkan Injil dan yang membuat orang melek huruf.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
044) Tahun 1478 Pendirian Inkuisisi Spanyol
Pada mulanya, Gereja merasa amat prihatin terhadap adanya kepercayaan sesat — bidat — dan telah mencari cara menanganinya. Acap kali langkah tersebut merupakan sikap tawar-menawar pendapat teologis dan pengucilan badan-badan ajaran sesat dari gereja. Namun, gereja yang baru mulai tumbuh, tidak mampu memberlakukan sistem keyakinan apa pun pada mereka yang bersalah.
Pada tahun 1184, Paus Lucius III, yang mempedulikan iman setiap pengunjung gereja, meminta para uskup "menyelidiki" iman dombanya masing-masing. Seseorang yang tertangkap sebagai penganut ajaran sesat dikucilkan — dikeluarkan dari Gereja. Namun, tak ada yang melukainya secara fisik, dan jika ia melepaskan paham sesatnya itu, maka ia diterima kembali di Gereja. Secara teoretis Gereja menerapkan sarana ini untuk memperbaiki dengan penuh kasih seorang saudara yang tersesat dan melindungi yang lain dari kesalahan yang sama.
Ketika ajaran sesat populer — khususnya Gerakan Albigens di Perancis — bertumbuh, Gereja mengambil tindakan yang lebih tegas. Pada Konsili Lateran Keempat, Paus Innocentius III mendukung negara yang menghukum para penganut ajaran sesat dan menyita harta mereka. Para pejabat sekular yang tidak mendukung Gereja juga terancam pengucilan.
Namun, Inkuisisi tersebut tidak sepenuhnya terorganisasi hingga pada Sinode Toulouse, pada tahun 1229. Sebagai respons atas pembacaan Alkitab Cathari — sebuah kelompok bidat yang telah menyertakan banyak kesalahan Manichaean — dan Waldens, sinode tersebut melarang kaum awam memiliki Kitab Suci dan memulai serangan sistematis melawan berbagai kepercayaan yang tidak dapat diterima. Paus Gregorius IX memberi kuasa menyiksa para pengikut ajaran sesat kepada para biarawan Dominikan yang diwajibkan mengontrol ortodoksi. Karena bertanggung jawab hanya pada otoritas paus, maka para Dominikan menjadi senjata ampuh dalam kelompok hierarki.
Pada tahun 1252, Paus Innocentius IV mengizinkan penyiksaan sebagai cara mendapatkan informasi dan pengakuan dalam kasus ajaran sesat. la percaya bahwa pengikut ajaran sesat merupakan "kaki yang membusuk" yang harus diamputasi, jika tidak, mereka akan menginfeksi seluruh tubuh. Kekejaman yang diberlakukan melawan ajaran sesat tampaknya adalah harga yang relatif kecil bagi ortodoksi Gereja.
Gereja masih tidak dapat menyebabkan pertumpahan darah, sehingga semua pengajar sesat diserahkan kepada negara untuk dieksekusi — biasanya dengan cara dibakar hidup-hidup.
Para penguasa Spanyol pada paroh kedua abad kelima belas, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella, meyakini bahwa negaranya akan makmur hanya jika ia benar-benar Kristen. Karena mereka menunjukkan pengabdian mendalam pada ajaran Katolik, mereka menerima gelar Catholic Kings (Raja-raja Katolik) dari paus. Pada tahun 1478 mereka meminta paus mendirikan Inkuisisi di Spanyol dengan mereka sendiri sebagai inkuisitornya.
Banyak orang Yahudi dan Muslim di Spanyol yang menjadi Kristen dengan setengah hati, namun ketakutan masih menyelimuti mereka, karena mereka secara diam-diam masih mempraktikkan keyakinan lama mereka. Pada tahun 1492, raja-raja Katolik mengusir semua orang Yahudi dan Muslim dari negara mereka.
Inkuisitor agung Spanyol adalah Tomas de Torquemada, seorang biarawan Dominikan yang namanya menjadi buah bibir karena kekejamannya. Meskipun ia tampak sebagai seorang model Kristen dalam kehidupan pribadinya, menyangkal diri dan hidup suci, namun orang terpelajar ini telah menunjukkan semangatnya sampai taraf yang berlebihan. Dengan petunjuknya, banyak orang yang dibakar hidup-hidup, sementara yang lain membayar denda yang amat tinggi atau melakukan penebusan dosa yang memalukan.
Karena Inkuisisi tersebut mempunyai kuasa menyita harta terhukum, maka ia tidak kekurangan dana untuk melanjutkan penyiksaan dengan bermacam-macam cara. Bahkan, Inkuisisi menjual jabatan "familiar" – seseorang yang dapat memberi informasi tentang orang lain, sementara ia sendiri terbebas dari penangkapan.
Sementara aliran Protestan menguasai Eropa, di Spanyol aliran tersebut justru menjadi sasaran Inkuisisi. Di sana, buku-buku Protestan dilarang dan dugaan bahwa seseorang adalah Protestan sudah cukup untuk mengundang para inkuisitor. Meskipun beberapa di antara orang Protestan yang dieksekusi merupakan orangorang Spanyol, pengalaman tersebut telah membuat banyak orang kembali ke Katolik.
Akibatnya, Protestantisme tidak pernah bertahan di Spanyol seperti halnya di lain tempat. Meskipun orang-orang Protestan mengalami penyiksaan di negara-negara lain di Eropa, hal itu tidaklah seberapa ganas seperti Inkuisisi di Spanyol, yang berlanjut hingga abad kesembilan belas.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
045) Tahun 1498 Savonarola Dieksekusi
Reformator Girolamo Savonarola (1452-1498)
Menjelang akhir abad kelima belas, Renaisans tumbuh subur di Florence. Penguasa yang kejam di Republik tersebut, Lorenzo de Medici, telah menjadi pelindung seni dan telah membawa ke sana orang-orang terkenal untuk memperkaya kebudayaan kota itu. Tetapi, sementara seni dan sastra tumbuh subur di Florence, begitu pula dengan korupsi dan ketamakan. Pemerintahan Medici membuat kota itu egois dan gila harta. Gereja pun terkena pengaruhnya, karena ikrar kemiskinan sudah tidak punya arti sama sekali di biara-biara Florence.
Ke kota keduniawian inilah Girolamo Savonarola datang, seorang biarawan Dominikan yang saleh dan bersemangat, yang berpegang teguh pada tradisi pengajaran ordonya. Meskipun ia bersuara keras melawan dosa, dengan meramalkan keruntuhan kota yang menamakan dirinya Kristen itu, dan yang hanya peduli pada kegemerlapannya sendiri, biarawan tersebut menarik hati orang-orang di kota itu. Berbondong-bondong orang berkumpul untuk mendengarkan ceramahnya.
Pada tahun 1494, ketika Perancis menyerang mereka, masyarakat Florence sudah tidak percaya lagi pada orang-orang Medici dan menggulingkannya dalam suatu revolusi. Savonarola diangkat menjadi penguasa baru, dan perubahan menakjubkan pun terjadilah. Rakyat menanggalkan segala sesuatu yang berbau gaya hidup boros – termasuk pakaian mewah dan sarana judi. Para bankir dan pedagang mengembalikan apa yang mereka ambil secara tidak jujur. Massa berdatangan untuk mendengarkan khotbah Savonarola. Para pria dari keluarga baik-baik menjadi biarawan.
Akan tetapi Savonarola telah menyerang paus dan biarawan-biarawan duniawi lainnya. Paus Alexander VI khususnya, telah terlibat skandal, dan merupakan ayah dari sejumlah anak haram. Pada tahun 1495, karena muak dengan serangan Savonarola, ia memerintahkan Dominikan tersebut agar berhenti berkhotbah. Savonarola patuh, dan menggunakan waktunya untuk belajar. Satu tahun kemudian, dengan anggapan bahwa biarawan ini sudah jinak, Alexander mengizinkan ia berkhotbah lagi. Segera saja biarawan ini kembali menyerang adanya korupsi di gereja.
Pada tahun 1497, paus mengucilkan Savonarola, tetapi rakyat Florence berada di belakangnya. Satu tahun kemudian, paus mengancam akan memberikan interdik kepada kota tersebut jika Savonarola tidak dikirim kepadanya. Meskipun Savonarola meminta penguasa beberapa negara mengadakan konsili untuk mengganti paus, tetapi tidak ada hasilnya.
Pertobatan orang-orang Florence agaknya hanya luarnya saja, karena ketika mereka tidak menerima hantuan apa pun, segera mereka berbalik melawan pemimpinnya. Pemerintahan kota jatuh ke tangan musuh, dan mereka pun menyerahkan Savonarola kepada dua orang duta paus, yang diinstruksikan untuk segera mengeksekusinya. Savonarola dan dua orang terdekatnya dibakar di alun-alun kota itu.
Meskipun banyak orang Protestan mengaku Savonarola sebagai rekan mereka, namun pemikirannya sungguh-sungguh Katolik. Seperti banyak orang sebelumnya, ia mempunyai hasrat besar melihat orang-orang hidup seperti mereka yang telah dipanggil Kristus. Tetapi masyarakat kaya yang bersifat keduniawian, yang ia tentang, tidak dapat membiarkan kutukannya.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
046) Tahun 1512 Michelangelo Menyelesaikan Langit-langit Kapel Sistina
Lukisan Michelangelo di Langit-langit Kapel Sistina di St. Petrus, Roma
Fresco langit-langit yang terkenal, Penciptaan Manusia oleh Michelangelo di Kapel Sistina di St. Petrus, Roma
Ketika kita menengadah ke langit-langit Kapel Sistina, figur-figur yang ada di sana seolah-olah turun ke bawah, dengan jelas menghidupkan sembilan babak dalam Kitab Kejadian, tujuh nabi Ibrani dan lima sibil, malaikat yang mengumumkan kedatangan Mesias. Sepintas lalu kita dapat melihat bahwa ini adalah sesuatu yang berbeda dari seni lukis Abad Pertengahan.
Seni lukis Abad Pertengahan yang spiritual, tetapi sering dengan gaya yang tinggi dan tidak realistis, telah membuka jalan bagi realisme baru yang banyak menggunakan perspektif dan pengetahuan anatomi. Namun seni lukis baru ini mencerminkan berbagai perubahan pemikiran mendalam yang telah mengubah dunia Kristen.
Selama abad-abad kelima belas dan keenam belas, Renaisans telah mulai menguasai Eropa. Pujangga Kristen, Petrarch, menggali manuskrip-manuskrip Latin kuno dan mempopulerkan studinya. Dari sini berkembanglah rasa kemanusiaan, yang memberi dorongan untuk mempelajari sastra klasik dan menerapkan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan. Dengan perlahan tapi pasti, penekanan yang lebih besar sudah mulai diterapkan pada manusia, kemampuan berpikir dan tindakannya. Meskipun kekristenan masih sering mempunyai dampak besar pada pemikiran, namun dunia ini perlahan-lahan beralih dari kehidupan yang berpusat pada gereja.
Seperti kebanyakan orang-orang Renaisans, Michelangelo Buonarroti mencapai wawasan luas. Ia menulis sajak indah, menjadi pelukis, pemahat dan arsitek sempurna. Di bawah perlindungan Paus Julius II, Leo X, Clemens VII dan Paulus III, ia mewujudkan berbagai lukisan dan patung hebat yang mencerminkan semangat zamannya.
Di bawah Julius II, Michelangelo menerima proyek melukis langit-langit kapel Sistina, kapel pribadi paus. Dari tahun 1508 sampai 1512 ia mewujudkan fresco hebat yang menggambarkan lelaki dan wanita yang berdarah-daging, yang tampaknya dapat menerima hidup ini dengan senang hati. Kisah-kisah Alkitab yang dilukiskan secara duniawi adalah hal asing bagi seni lukis Abad Pertengahan. Meskipun bertemakan spiritual, orang-orang tersebut tampaknya bercitra duniawi ketimbang surgawi.
Pada tahun 1534, Michelangelo kembali ke Kapel Sistina untuk melukis tembok di belakang altar. Last Judgement (Penghakiman Terakhir) melukiskan Yesus yang teguh. Figur-figur masif yang diselamatkan bangkit, sementara yang terkutuk jatuh dengan sedih, tanpa harapan untuk mengubah nasib mereka. Ketika Paus Paulus pertama kali melihat karya ini, dengan rasa kagum ia berdoa, "Tuhan, janganlah menghukum aku akan dosa-dosaku bila Engkau datang pada Hari Penghakiman."
Meskipun mungkin ia terkenal karena lukisannya, Michelangelo tidak menganggap dirinya sepenuhnya sebagai seorang pelukis. Cinta pertamanya adalah seni pahat patung, bidang kemahirannya, seperti dibuktikannya pada patung David (Daud) yang hebat, Pieta yang lembut, yang menggambarkan Maria dengan Putra-nya yang telah menjadi kurban; dan Musa yang saleh sedang marah.
Ketika manusia semakin menjadi ukuran segala sesuatu dan ketika Reformasi menantang otoritas Gereja Katolik, pengaruh humanisme pun meningkat. Itu bermula dari orang-orang Kristen – dan sebagian besar humanis tetap berpegang pada iman (Kristen).
047) Tahun 1517 Martin Luther Memampangkan Sembilan Puluh Lima Dalilnya
Martin Luther (1483-1546)
"Seketika uang bergemerincing dalam peti, jiwa pun melompat dari api penyucian." Itulah alunan Johann Tetzel, orang yang diberi kuasa menarik dana untuk membangun sebuah basilika baru di Roma. Kiat-kiatnya mengumpulkan dana — penjualan indulgensi (surat pengampunan dosa) – sungguh sederhana, yaitu menjual pengampunan. Keluarkanlah mereka (yang telah meninggal) yang kaukasihi dari api penyucian dengan uang bayaran, dan rauplah pengampunan bagi dosamu sendiri.
Gereja penuh korupsi. Jabatan-jabatan gerejawi dibeli kaum bangsawan yang kaya dan dipakai untuk meraup kekayaan dan kekuasaan yang lebih besar. Seorang di antaranya adalah Albertus dari Brandenburg yang membeli baginya jabatan uskup agung Mainz dengan uang pinjaman, dan harus mencari jalan untuk mengembalikan utang tersebut. Paus telah mengizinkan penjualan indulgensi di kawasan Albertus, sejauh separo jumlah yang dipungut dapat membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma. Sisanya untuk Albertus. Setiap orang merasa gembira — kecuali sejumlah orang Jerman yang saleh, di antaranya Martin Luther.
Tetzel, seorang biarawan Dominikan dan pengkhotbah populer, menjadi pejabat yang ditunjuk untuk indulgensi. Ia mengembara dari kota ke kota, menjajakan keuntungan indulgensi: "Dengarkanlah suara-suara keluarga dan teman-teman Anda terkasih yang telah meninggal, yang memohon kepada Anda dengan katakata, 'Kasihanilah kami, kasihanilah kami. Kami dalam kesakitan yang menakutkan dan kau dapat menebus kami dengan jumlah uang yang tak seberapa.' Tidakkah Anda menginginkannya?"
Luther, seorang imam dan profesor di Wittenberg, menentang keras penjualan indulgensi tersebut. Ketika Tetzel tiba, Luther membuat daftar yang terdiri dari sembilan puluh lima "ganjalan hati" dan ditempelkannya pada pintu depan gereja yang berfungsi sebagai papan pengumuman. Pengampunan ilahi, dengan pasti, tidak dapat diperjualbelikan, kata Luther, karena Allah memberikannya dengan cuma-cuma.
Bagaimanapun juga, indulgensi hanyalah puncak gunung es. Luther mengecam seluruh korupsi Gereja dan menuntut pengertian baru tentang kepausan serta otoritas yang sesuai dengan Kitab Suci. Tetzel telah hilang dari panggung (ia meninggal pada tahun 1519), tetapi Luther melanjutkan dan memimpin revolusi agama yang mengubah dunia Barat secara radikal.
Luther lahir pada tahun 1483 dari pasangan petani di Eisleben, di Jerman. Ayahnya, seorang penambang, mendorongnya belajar hukum dengan mengirimkannya ke Universitas Erfurt. Tetapi, suatu peristiwa yang nyaris menyebabkan kematiannya, terkena halilintar, membuat Luther berubah haluan. Ia masuk biara Agustinian pada tahun 1505, dan menjadi imam pada tahun 1507. Karena kemampuan akademisnya, atasannya mengirim dia ke Universitas Wittenberg untuk meraih gelar dalam teologi.
Pergolakan spiritual yang menyusahkan orang Kristen lain menimpa diri Luther juga. Ia sungguh sadar akan dosanya sendiri, akan kesucian Allah, ketidakmampuannya dalam memperoleh belas kasih Tuhan. Pada tahun 1510, dia pergi ke Roma dan kecewa oleh iman bersifat mekanis yang ia temui di sana. la melakukan semua yang dapat ia lakukan untuk menegakkan kesalehannya. Ia bahkan naik tangga Pilatus, yang dianggap pernah dilalui Kristus. Luther berdoa dan mencium setiap anak tangga ketika ia naik, namun keraguannya belum teredam.
Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Wittenberg sebagai doktor teologi untuk mengajar pelajaran Alkitab. Pada tahun 1515, ia mulai mengajarkan Surat Paulus kepada Jemaat di Roma. Kata-kata Paulus meresap dalam jiwa Luther.
"Keadaan saya ialah, meskipun saya seorang biarawan yang tanpa cela, saya berdiri di hadapan Allah sebagai orang berdosa, yang hati nuraninya kacau, dan saya tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa jasa saya dapat membujuk-Nya," tulis Luther. "Siang dan malam saya merenungkannya, sehingga saya melihat hubungan antara kebenaran Allah dan kalimat 'orang benar akan hidup oleh imannya'. Maka pahamlah saya bahwa keadilan Allah adalah kebenaran yang melalui mana kasih karunia dan belas kasihan Allah belaka membenarkan kita melalui iman. Maka di situlah saya merasa bahwa saya dilahirkan kembali dan telah memasuki surga melalui pintu yang terbuka. Seluruh Injil menampakkan arti baru ... Tulisan Paulus ini merupakan pintu gerbang ke surga bagi saya"
Kemudian, dengan lebih yakin akan kepercayaannya sendiri, dan dengan dukungan rekan-rekan kerjanya, Luther merasa bebas berbicara melawan korupsi. la telah mengkritik penjualan indulgensi dan pemujaan relikwi sebelum Tetzel datang. Tetzel hanya membawa konflik itu ke permukaan. Sembilan puluh lima dalil Luther ditahan, mengingat bencana yang telah dibawanya. Sesungguhnya, dalil-dalil itu merupakan undangan untuk suatu perdebatan.
la pun memasuki gelanggang debat, pertama dengan Tetzel, kemudian dengan sarjana terkenal Johann Eck, yang menuduh Luther berajaran sesat. Tampaknya, pada awalnya Luther mengharapkan paus setuju dengannya tentang penyalahgunaan indulgensi. Tetapi ketika kontroversi itu berlanjut, Luther menguatkan oposisinya sendiri terhadap kepausan. Pada tahun 1520, paus menerbitkan keputusan yang mengutuk pandangan Luther, dan Luther membakarnya. Pada tahun 1521, Diet (persidangan) di Worms memerintahkan Luther menarik kembali pandangannya yang telah diterbitkan. Di sana, menurut legenda, Luther menyatakan, "Di sini saya berdiri. Saya tidak dapat melakukan yang lain. Tuhan tolong saya. Amin."
Sejak itu Luther dikucilkan, tulisan-tulisannya dilarang. Demi keselamatan dirinya, ia diculik oleh pelindungnya, Frederick si Bijak, dan disembunyikan di Benteng Wartburg. Di sana ia melanjutkan tulisan-tulisan teologisnya dan menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman populer.
Namun, pertempuran baru dimulai. Karena berani menentang paus, Luther menyulut perasaan kemerdekaan pada diri para bangsawan dan para petani Jerman. Jerman pun bagaikan sehelai selimut yang terbuat dari potongan kain perca, karena sebagian golongan menawarkan diri untuk membantu Luther dan yang lain masih setia pada Roma. Reformasi juga bergerak di Swiss, yang dipimpin oleh Ulrich Zwingli. Perhatian Gereja dan Kekaisaran Romawi disibukkan oleh pergumulan politik sepanjang tahun 1520-an. Ketika mereka ingin menindak para reformator, keadaan sudah terlambat.
Pertemuan di Augsburg pada tahun 1530 hampir saja membawa kembali maksud atau cita-cita Lutheran di bawah naungan Roma. Rekan sekerja Luther, Philip Melanchthon memprakarsai pernyataan damai tentang pandangan Luther dengan menampilkan posisi mereka sebagai yang benar bagi Katolisisme historis. Tetapi konsili Katolik itu menuntut konsesi-konsesi, hal yang tidak dapat dilakukan oleh Luther, maka perpecahan pun menjadi final.
Dalam kilas balik, tampaknya peristiwaperistiwa Reformasi sebagian besar disebahkan oleh kepribadian Luther yang unik. Tanpa merenungkan keraguannya sendiri, ia tidak mungkin menggali kebenaran Kitab Suci seperti yang telah dilakukannya. Tanpa semangatnya akan kebenaran, ia tidak mungkin menempelkan posternya. Tanpa keberadaannya yang lantang, ia tidak mungkin menarik pengikut dalam jumlah yang lumayan. Ia hidup pada zaman yang cukup matang untuk perubahan, dan dialah orang yang ideal untuk melakukan hal itu.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
048) Tahun 1523 Zwingli Memimpin Reformasi Swiss
Ulrich Zwingli
Sementara Reformasi sedang marak di Jerman, terjadi juga kebangkitan di Swiss, di bawah pimpinan Ulrich Zwingli. Berbeda dengan Luther, imam ini tidak pernah menjadi biarawan, pertobatannya juga bukanlah proses yang sulit. Prosesnya pelan dan intelek, yaitu bahwa ia memahami Kitab Suci terlebih dahulu dan melihat bagaimana Gereja Katolik terpisah dengannya.
Dalam sepuluh tahun pelayanannya sebagai pastor paroki di Glarus, Swiss, Zwingli dua kali bekerja sebagai pastor para tentara bayaran Swiss. Apa yang ia lihat membuatnya tidak menyetujui tindakan anak-anak muda yang menjual jasa sebagai tentara bayaran, dan ia menyuarakan hal itu. Tindakan tersebut merupakan awal karir Zwingli, yang kelak akan menjurus ke reformasi politik dan agama.
Dari tahun 1516 sampai 1518 ia menjadi imam di Einsiedeln. Terpengaruh sangat kuat oleh Erasmus, Zwingli menyibukkan diri dalam Perjanjian Baru Yunani karya terjemahan sarjana ulung tersebut. Khotbahnya mulai bernada evangelikal.
Pada hari pertama tahun 1519, Zwingli menjadi pastor pada gereja utama di Zurich. Setibanya di sana, ia mengumumkan bahwa ia akan berkhotbah dari Injil Matius dan bukan dari teks yang sudah ditentukan. Tindakan itu merupakan pemberontakan terhadap Gereja, meskipun pada tahap ini ia tidak bermaksud memisahkan diri dari Roma.
Pada tahun yang sama, wabah pes berjangkit di Zurich, dan hampir sepertiga penduduk kota itu menjadi korban. Zwingli berusaha keras melayani warganya, hingga ia sendiri menjadi korban penyakit itu. Selama tiga bulan masa penyembuhannya telah mengajarkan kepadanya tentang perubahan jalan hidup dalam penyerahan kepada Allah.
Zwingli melanjutkan khotbahnya tentang apa yang ada dalam Alkitab meskipun ada yang berbeda dari ritual dan doktrin gereja. Kesadaran muncul pada tahun 1522, ketika beberapa orang parokinya mulai menentang peraturan gereja tentang pantang makan daging selama Prapaskah – dan Zwingli mendukung mereka dalam khotbahnya tentang kebebasan.
Pemerintah sipil Zurich mengajak damai, tetapi dalam melakukannya, mereka secara efektif telah menguasai Gereja. Pada awal tahun berikutnya, mereka mengadakan perdebatan terbuka tentang hal yang menjadi pertengkaran mengenai masalah iman dan doktrin, dan pandangan Zwinglilah yang menang. Pada tang-gal 29 Januari 1523, dewan memutuskan: "Bahwa Tuan Ulrich Zwingli melanjutkan dan berpegang seperti semula dalam 'menyiarkan' Injil dan Kitab Suci sesuai dengan kemampuannya."
Dalam kurun waktu dua tahun, perdebatan-perdebatan berlanjut dan reformasi pun meluas. Para imam dan biarawati menikah, patung-patung Katolik diangkat dari gereja-gereja, dan perpecahan terakhir dengan Gereja Katolik ialah misa diganti dengan kebaktian sederhana yang mengutamakan khotbah.
Zwingli bukan saja dihadapkan dengan oposisi Gereja Katolik, tetapi dengan kaum Anabaptis — kelompok reformasi yang lebih radikal — yang menginginkan reformasi di Zurich terjadi secara lebih cepat. Meskipun banyak reformator setuju bahwa mereka lebih menginginkan iman alkitabiah, namun mereka selalu berbeda mengenai apa yang dimaksud dan bagaimana harus rnencapainya.
Pada tahun 1529, Philip, pangeran Hesse, mempersatukan Luther dan Zwingli. Philip ingin menyatukan gerakan Reformasi tersebut secara militer, politik dan spiritual. Untuk tujuan ini, ia membawa kedua orang tersebut ke Marburg. Dari lima belas isu doktrinal yang dibahas, Zwingli dan Luther setuju dengan empat belas isu tersebut. Ekaristi menjadi titik pisah mereka. Zwingli melihatnya sebagai resepsi "spiritual" tubuh Kristus, sementara Luther melihatnya sebagai hubungan yang lebih konkret. Pertemuan yang diadakan dengan tujuan mempersatukan kedua lembaga Protestan itu berakhir dengan perpecahan yang lebih besar.
Gerakan reformasi Zwingli khususnya menguasai kawasan Swiss yang berbahasa Jerman — dan kemudian di kawasan berbahasa Perancis, Jenewa, yang dengan demikian merintis jalan untuk karya Calvin di sana. Namun, Zwingli masih menghadapi oposisi Gereja Katolik di daerah-daerah kecil, yang berakhir dengan pertempuran. Rohaniwan yang pernah menentang tentara bayaran kini bergabung dengan pasukan Zurich sebagai seorang prajurit bersenjata dan meninggal pada tanggal 11 Oktober 1531 dalam pertempuran Kappel. Jasadnya dicabik dan dipermalukan musuh-musuhnya.
Ini hanya sebagian dari sederet peperangan agamawi yang akan berkecamuk dalam seratus tahun berikutnya.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
049) Tahun 1525 Gerakan Anabaptis Dimulai
Kaum Anabaptis
Gerakan Reformasi Lutheran dan Swiss pada awalnya memiliki hubungan dengan sistem politik. Dalam kasus Luther, Elector Fredrick si Bijak melindunginya dan juga para pangeran Jerman yang mencari kebebasan politik mulai mendukung perjuangannya. Zurich berpihak pada Zwingli dalam melawan perlawanan pihak Katolik.
Bagi sekelompok orang Kristen di bawah Zwingli, untuk menggantikan Roma dengan Zurich bukanlah hal yang dapat diterima begitu saja. Mereka menginginkan Gereja segera melanjutkan reformasi, yang akan mengembalikan idealisme abad pertama. Dengan tidak berfokus pada hierarki gereja atau sistem politik, kelompok radikal ini menginginkan gereja swadaya, yang diperintah oleh Roh Kudus.
Isu yang memicu konflik ialah baptisan anak. Kelompok yang menentang ini mengemukakan bahwa Alkitab menunjukkan baptis dewasa dan ingin berpegang pada itu. Pada tanggal 21 Januari 1525, pertemuan Zurich memerintahkan para pemimpin berhenti berdebat. Tetapi kelompok radikal melihat hal itu sebagai tindakan kekuasaan politik lain yang hendak berkuasa atas kehidupan spiritual mereka. Pada malam bersalju itu, di sebuah desa terdekat, mereka bertemu dan membaptis satu sama lain – di kemudian hari mereka dijuluki Anabaptis, "pembaptis ulang", oleh orang-orang yang tidak senang kepada mereka.
Para Anabaptis ingin berbuat lebih banyak daripada hanya mereformasi Gereja – mereka ingin kembali pada keadaan yang digambarkan di dalam Alkitab. Bukannya suatu lembaga yang berkuasa, mereka menginginkan persekutuan, sebuah keluarga beriman, yang diciptakan Allah, yang bekerja dalam hati manusia.
Para Anabaptis menyarankan perpisahan Gereja dan negara, karena mereka melihat Gereja sebagai sesuatu yang berbeda dari masyarakat umum – bahkan masyarakat "Kristen". Mereka tidak ingin kekuasaan politik memaksa nurani orang percaya.
Mereka juga tidak senang dengan birokrasi gereja. Sebagai orang-orang yang pertama mempraktikkan demokrasi dalam gereja, mereka percaya bahwa Allah berbicara bukan saja melalui para uskup dan konsili-konsili, tetapi melalui jemaat-jemaat juga.
Ketika orang-orang Turki Muslim berada di ambang pintu Eropa, para Anabaptis mengkhotbahkan doktrin damai (pacifism) yang tidak populer itu. Janggalnya, petunjuk ini tidak dihiraukan oleh banyak pengikutnya. Nama Anabaptis menjadi sinonim dari "perpecahan". Para pengkhotbah Protestan yang masih baru sering diganggu orang-orang Anabaptis ketika mereka berkhotbah, dan beberapa yang radikal memicu kerusuhan. Selain itu, peristiwa-peristiwa praktik poligami dan pengakuan bahwa mereka menerima wahyu dari Allah, membuat baik orang-orang Katolik maupun Protestan percaya bahwa mereka harus membersihkan dunia dari kelompok-kelompok kurang waras ini. Maka penganiayaan pun timbul, dan banyak pengikut Anabaptis dibunuh dengan cara dibakar atau ditenggelamkan.
Namun, gerakan tersebut masih meluas, terutama di kalangan bawah. Penginjilan memenangkan orang-orang percaya baru dan ada pula orang-orang Protestan yang tertarik pada penekanan kaum Anabaptis pada kesucian dan ajaran alkitabiah.
Tidak ada satu orang yang mengikat gereja-gereja yang berbeda ini menjadi satu; namun, orang yang terkenal di antara para pemimpin Anabaptis ini ialah Menno Simons (1496-1559), yang namanya diabadikan pada kelompok Mennonite.
Sumbangsih Anabaptis bagi dunia ialah ide bahwa gereja harus terpisah dari negara. Bagi para penerusnya, termasuk gereja-gereja Mennonite dan Brethren, pacifism (paham cinta damai) masih merupakan doktrin penting.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
050) Tahun 1534 Undang-undang Supremasi Henry VIII
Henry VIII
Tidak seperti Reformasi Jerman, Reformasi Inggris tidak terpicu karena satu orang tertentu yang ingin mengetahui lebih dalam akan Allah. Reformasi Inggris muncul dari perpaduan keinginan pribadi, keuntungan politik dan dorongan spiritual secara nasional.
Suasana di Inggris mulai berpaling dari Gereja Katolik. John Colet, dekan St. Paul, menuntut reformasi kaum rohaniwan dan kembali ke pemahaman Alkitab. Di Universitas Cambridge, sekelompok sarjana yang terpengaruh ajaran Luther dikenal sebagai "Little Germany" (Jerman Kecil). Peringatan kaum rohaniwan tidak dapat membendung meluasnya reformasi.
Namun Raja Inggris, Henry VIII, tidak tertarik pada perubahan spiritual. Pada tahun 1521 ia pernah menyerang pandangan Luther tentang sakramen dan meraih gelar Defender of the Faith (Pembela lman) dari paus. Perhatiannya pada hal-hal spiritual sangat minim.
Setelah kematian saudaranya, Henry menikahi saudara iparnya, Catherine dari Aragon. Mereka tidak dikaruniai putra untuk mewarisi takhta Henry. Tertarik dengan Anne Boleyn, raja ini mencari jalan untuk melepaskan istrinya yang mandul dan menggantikannya dengan seseorang yang lebih menarik dan yang mungkin akan memberi dia keturunan. Dengan menyerukan bahwa tidak seharusnya ia menikahi janda kakaknya dan menunjuk pada Imamat 20:21 sebagai sanksi Alkitabnya, ia minta perceraian kepada paus.
Paus, yang takut akan amarah Kaisar Roma, Charles V, yang adalah keponakan Catherine, mencegah raja Inggris tersebut.
Henry yang tidak sabar, menunjuk Thomas Cranmer sebagai uskup agung Canterbury. Uskup agung baru tersebut memberi izin perceraian bagi sang raja. Segera Henry menikahi Anne, dan pada tahun yang sama – 1533 – ia melahirkan seorang putri, Elizabeth.
Pada tahun 1534, parlemen Inggris mengesahkan Undang-undang Supremasi yang menyatakan bahwa "raja adalah Kepala Gereja Inggris". Hal itu tidak berarti bahwa raja berminat membawa perubahan-perubahan teologis radikal dalam Gereja. Ia hanya menginginkan Gereja negara, di mana paus tidak mempunyai otoritas. Ketetapan Enam Pasal, undang-undang yang membawa keseragaman dalam Gereja baru, melanjutkan tradisi selibat para rohaniwan, pengakuan dosa di depan imam, dan misa-misa pribadi.
Akan tetapi, Henry benar-benar menekan biara-biara yang telah menjadi simbol hedonisme dan amoral. Raja tersebut tidak begitu merasakan kepedulian serius orang-orang Kristen tentang hal ini — malah ia mengambil tanah-tanah gereja. Ia menyita harta biara yang ia tutup dan uangnya ia masukkan ke dalam kas negara. Tanahnya ia bagikan kepada para bangsawan untuk mendapatkan kesetiaan mereka.
Oleh karena ketertarikannya dalam membangkitkan rasa nasionalisme Inggris, Henry memerintahkan agar Alkitab berbahasa Inggris ditempatkan di setiap gereja.
Meskipun Henry tidak berbuat demikian untuk maksud-maksud tertentu, namun ia telah mewujudkan gereja yang tidak lagi Katolik Roma. Pada tahun-tahun berikutnya, putri sulung Henry, Mary, berupaya agar Inggris kembali pada Katolisisme, namun tidak berlanjut lama. Sekali terpisah dari paus, Gereja Inggris tetap terpisah adanya. Gelombang Reformasi di Inggris yang menyusul kemudian bergerak cepat dan gempar. Seperti akan terlihat pada bab-bab berikut, mereka membawa ekspresi Kristen yang beraneka ragam dan kaya, yang tentunya akan membingungkan Henry.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
051) Tahun 1536 Yohanes Calvin Menerbitkan Institutio: Pengajaran Agama Kristen
Yohanes Calvin, reformator Jenewa dan Pengarang Institutio
"Tiada sebatang rumput, tiada warna apa pun di dunia ini yang tidak dimaksudkan untuk membuat kita gembira", demikian tulis seorang yang dituduh telah membangkitkan kekristenan yang suram. Mereka yang telah mengenalnya dengan baik, menghormati kesalehannya, namun tidak mengejutkan sama sekali bahwa kegembiraan itu datang dari penanya sendiri.
Jelasnya, Yohanes Calvin orangnya sangat disiplin, dan sekali ia mengambil keputusan, ia bersikukuh dalam pilihannya itu. Studi hukumnya telah mempertajam karunia berpikir secara logis, dan ia pun menerapkan pendidikan awalnya tersebut pada studi teologinya.
Dalam satu "pertobatan yang mendadak" sekitar tahun 1533, Calvin berkata, "Allah telah menaklukkan dan menjinakkan hati saya." Agaknya ia pernah mengenal tulisan-tulisan Luther. Ia pun memisahkan diri dari Katolisisme, meninggalkan negaranya, Perancis, dan bermukim di Swiss sebagai orang dalam pengasingan.
Pada tahun 1536, Calvin yang berusia dua puluh tujuh tahun menerbitkan edisi pertama
Institutio: Pengajaran Againa Kristen, teologi sistematis yang dengan jelas membela ajaran-ajaran Reformasi. Terkesan oleh tulisan-tulisan Calvin, reformator Jenewa, Guillaume Farel, membujuknya untuk membantu reformasi. Di sana Calvin memangku pekerjaan berat. Ia menjadi pastor gereja St. Pierre, berkhotbah tiga kali sehari dan membuat ulasan bagi hampir semua kitab yang ada di Alkitab, serta menulis lembaran-lembaran pengabdian doktrinal. Sementara itu, ia juga harus bergumul dengan beberapa jenis penyakit, termasuk migrain.
Untuk mencapai tujuannya membuat Jenewa sebagai kerajaan Allah di atas bumi, banyak yang harus dilakukannya. Terkenal dengan moral mereka yang bejat, warga kota tersebut menentangnya ketika ia mencoba mengubah gaya hidup mereka. Namun, pengaruh Calvin menyebar di seluruh Jenewa. la mempunyai pengaruh yang ampuh di sekolah-sekolah. Tak seorang pun dapat mengelakkan reformasinya karena Calvin mengucilkan mereka yang hidupnya tidak mencapai standar kitab suci — dan setiap warga Jenewa harus merasa terikat pada pengakuan iman Calvin.
Sementara beberapa menentang, yang lain menyambut perubahan-perubahan tersebut. Kota tersebut menjadi daya tarik bagi orang-orang Eropa yang hidup dalam pengasingan. John Knox menyebut kota di bawah Calvin itu sebagai "sekolah Kristus paling sempurna sejak zaman para rasul". Wibawa moral Calvin telah memperbarui Jenewa. Karya-karya tulisnya — baik dalam bahasa Latin maupun bahasa Perancis — telah memberi kekuatan unik bagi Protestanisme.
Dalam karyanya, Institutio, Calvin dengan jelas menyatakan kepercayaan Protestan. Dalam satu jilid, sang reformator ini berbicara tentang kepercayaan-kepercayaan utama, dan di sepanjang hidupnya ia memperbanyak bukunya ini.
Bukunya diawali dengan Pengakuan Iman Rasuli, dengan mengambil empat poin: "Aku percaya akan Allah, Bapa ... Yesus Kristus ... Roh Kudus ... gereja katolik yang kudus." Semuanya itu menjadi empat bagian bukunya. Dalam setiap bagian, Calvin bukan saja berusaha menyatakan teologinya, tetapi juga penerapannya dalam kehidupan Kristen.
Buku III dari Institutio yang berisikan doktrin predestinasi telah menarik perhatian banyak orang. Anehnya, meskipun Calvin yang menyatakannya, namun konsepnya bukanlah miliknya sendiri. Luther dan banyak lagi reformator mempercayainya. Giatnya Calvin menyatakan ide tersebut yang menghubungkan ajaran itu dengan namanya.
Calvin memberi perhatian besar pada kedaulatan Allah. Ia membenci cara Gereja Katolik yang telah terjerumus dalam teologi keselamatan oleh perbuatan. Sang reformator ini senantiasa mengulangi: Anda tidak dapat memanipulasi Allah atau memaksa-Nya. Ia yang menyelamatkan Anda; Anda tidak dapat melakukannya sendiri.
Allah memilih orang-orang yang akan diselamatkan, dan hanya Ia sendiri yang tahu siapa yang harus diselamatkan, demikian reformator itu menjelaskan. Hidup bermoral dapat menunjukkan bahwa seseorang mungkin adalah orang pilihan Allah. Namun Calvin, orang yang energik dan bermoral tinggi, mengingatkan para pengikutnya bahwa mereka harus menunjukkan keselamatan mereka dengan berjuang untuk itu. Ia mewariskan pada Calvinisme tentang pentingnya orang-orang Kristen mengubah dunia yang berdosa.
Dalam Buku IV dari Institutio, Calvin menciptakan tata tertib gereja berdasarkan apa yang dilihatnya di dalam Kitab Suci. Jemaat harus memilih orang-orang bermoral – para penatua – yang akan menuntun mereka. Dia juga mengadakan peraturan bagi para pastor, doktor (guru-guru) dan para syamas.
Doktrin dan kebijakan Reformasi yang diwujudkannya tersebar di Skotlandia, Polandia, Belanda dan Amerika.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
052) Tahun 1540 Paus Mengakui Kaum Yesuit
Loyola, pendiri ordo Yesuit
Sepanjang sejarah gereja, masa-masa kekurangan diikuti dengan usaha-usaha reformasi dan kembali ke spiritualitas. Dengan bangkitnya Protestan, Gereja Katolik yang dihadapkan pada kesalahannya sendiri dan hilangnya kekuasaan, mulai mengadakan perombakan.
Kontrareformasi bukan berarti bahwa Gereja Katolik telah berpaling pada pemikiran Protestan. Tetapi ia berupaya mengubah beberapa penyimpangan yang merupakan pelanggaran yang tidak dapat diterima sekalipun oleh mereka yang ada di Gereja Katolik dan merespons efektifitas Protestan dalam memenangkan jiwa-jiwa baru.
Seperti pada masa lampau, sebuah ordo baru muncul dengan menekankan pengabdian dan penyangkalan diri. Pendirinya, Ignatius dari Loyola, adalah seorang serdadu Spanyol, yang kakinya terluka oleh sebuah peluru meriam. Dalam masa penyembuhannya, ia membaca sebuah buku tentang para santo dan memulai proses penelitian diri yang panjang. Dari sini ia muncul sebagai perpaduan tentara, mistik dan biarawan.
Spiritual Excercises, buku petunjuk devosi yang ia tulis ketika ia sakit, bukan saja mendorong para pembacanya beriman, tetapi juga menegaskan kepatuhan pada gereja. Kesemuanya itulah yang menjadi kunci bagi Serikat Yesus – atau Yesuit. Para pemuda Loyola yang berkumpul di sekelilingnya berikrar akan berada di bawah perintah paus dan akan berbuat segala sesuatu untuk memperluas serta memelihara Gereja Katolik. Dalam prinsipnya tercakup (sifat) kemiliteran, tidak mempertanyakan (apa pun), baik kepatuhan total kepada paus maupun ikrar tradisional akan kemiskinan, kesucian dan kepatuhan.
Para Yesuit mendukung pendidikan dengan mendirikan universitas-universitas terbaik di Eropa. Para lulusannya menjadi pemikir – dengan cara berpikir Katolik.
Paus Paulus III melihat potensi para Yesuit dalam membendung gelombang pasang Protestan. Atas instruksinya, mereka bekerja untuk mengembalikan setiap penguasa Eropa pada Katolikisme. Kepemimpinan politik menentukan agama suatu daerah, dan warga mengikuti para raja dan ke gereja pilihan mereka.
Selain itu, untuk mengembalikan mereka yang tersesat ke pangkuan Katolik, para Yesuit menjalankan program misi yang luas. Sementara orang Protestan memfokuskan kedudukan mereka di Eropa dan bekerja dengan teologi mereka, para Yesuit pergi keluar. Spanyol dan Portugis, yang adalah Katolik, meluaskan daerah (jajahannya), dan para Yesuit pergi bersama-sama untuk mengabarkan Injil. Menjelang kematian Loyola pada tahun 1556, mereka bukan saja telah menyentuh setiap negara di Eropa tetapi meluas ke Jepang, Brasil, Etiopia dan Afrika Tengah. Fransiskus Xaverius mengembangkannya lebih jauh ke Jepang dan ke India, Malaysia dan Vietnam; ia meninggal dalam upayanya membawa Injil ke China.
Para Yesuit adalah orang-orang muda terbaik di zaman mereka. Meskipun komunitas Yesuit ini harus disiplin dan bekerja keras, mereka bergabung dengan ordo ini dalam jumlah yang besar. Sukar untuk tidak mengagumi kesediaan mereka berkorban pada masa-masa sulit.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
053) Tahun 1545 Pembukaan Konsili Trente
Konsili Trente, diukir oleh A. Schiavonetti
Dihadapkan dengan penyelewengan dalam Gereja Katolik, ada yang menyalurkannya dalam protes. Namun, banyak yang tidak setuju dengan apa pun tetap bertahan dalam gereja, dengan harapan memenangkan (posisi) dalam hierarki.
Di bawah Leo X yang gemar berfoya-foya, yang telah membangkitkan Luther, perubahan tidak dapat berlangsung, tetapi Paus Paulus III tertarik dengan perubahan. Ia menunjuk para kardinal yang berpikiran reformis dan membentuk sebuah komisi untuk merekomendasikan perubahan, merintis jalan bagi konsili gerejawi.
Komisi tersebut memberinya laporan yang menyakitkan: Biara telah menjadi terlampau duniawi; banyak yang mendapat kedudukan dengan menyuap, dan ordo-ordo kebiaraan telah menjadi skandal amoral; khususnya tentang penyelewengan dalam penjualan indulgensi dan pelacuran besar-besaran di Roma, kota yang dianggap suci.
Meskipun Konsili yang diundang Paulus dimulai pada tahun 1545, konsili itu bertemu secara berkala hingga tahun 1563 dalam tiga sesi utama dengan kehadiran yang memprihatinkan. Persaingan politik telah menjadi penyebabnya. Namun Konsili tersebut telah membawa beberapa perubahan.
Dalam pembahasan tentang moralitas, Gereja Katolik mengikuti petunjuk komisi. Indulgensi dihapuskan, dan rohaniwan didesak untuk "menghindari kesalahan-kesalahan sekecil apa pun".
Konsili menandaskan ulang posisi Katolik secara doktrinal. Mereka menegaskan kembali bahwa ada tujuh sakramen, bukannya dua, seperti yang dikatakan orang-orang Protestan, dan bahwa sakramen itu sangat dibutuhkan untuk keselamatan. Sambil menolak ajaran-ajaran reformasi, Gereja tidak mengakui bahwa orang-orang dapat mengetahui bahwa mereka telah dibenarkan. Roti dan anggur telah menjadi tubuh dan darah Kristus, mereka menegaskan kembali, sambil mengutuk ajaran Protestan tentang komuni. Demikian juga halnya dengan pandangan Protestan tentang pentingnya kebaktian diselenggarakan dalam bahasa-bahasa umum dan memberi jalan pada misa Latin.
Takut akan apa yang terjadi jika setiap orang dapat membaca sendiri Kitab Suci, Konsili mengatakan gerejalah yang mampu menafsirkan Kitab Suci dan menolak penggunaan Alkitab dalam bahasa-bahasa umum. Vulgata berbahasa Latin itulah yang diharuskan bagi pembacaan di muka umum dan untuk tulisantulisan doktrinal.
Reformasi dalam Konsili Trente telah memisahkan lebih jauh lagi pandangan-pandangan Katolik dan Protestan. Meskipun Gereja Katolik mengubah apa yang dianggap golongan Protestan sebagai isu-isu sepele, tidak ada perubahan apa pun yang terjadi, dalam arti bahwa tradisi dan Kitab Suci masih berlaku dalam menentukan kegiatan-kegiatan gereja. Berbagai perbedaan doktrinal tetap belum berubah.
Sumber :http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
054) Tahun 1549 Cranmer Menciptakan Buku Doa Umum
Terdapat gereja Reformasi yang tidak banyak mengalami pembaruan.
Di bawah Henry VIII, Inggris telah berpaling dari Gereja Katolik, namun, perubahan yang tidak berarti yang dibawa sang raja untuk membangun Gereja Anglikan tentu tidak menghasilkan Gereja Protestan murni. Orang yang membawa Reformasi ke Inggris itu ialah Thomas Cranmer, uskup agung Canterbury yang telah menyatakan bahwa pernikahan pertama Henry tidak sah. Orang terpelajar dan pendiam yang telah terpengaruh Lutheranisme ini adalah orang saleh tulen dan memiliki wawasan luas tentang para Bapa Gereja awal. Ia menarik perhatian Henry ketika ia mengemukakan pandangannya tentang perceraian sang raja.
Selama Henry menjadi raja, Cranmer tidak dapat mengadakan banyak perubahan di dalam gereja Inggris. Dengan kematian Henry, putranya yang berucnur sembilan tahun, Edward VI, menjadi raja. Cranmer merupakan salah seorang wali kuasanya.
Dengan dukungan Nicholas Ridley yang terpelajar dan pengkhotbah Hugh Latimer, Cranmer bergerak maju dengan Reformasi Inggris. Patung-patung disingkirkan dari gereja dan pengakuan dosa pribadi kepada imam dihentikan. Para rohaniwan diizinkan menikah dan dapat menggunakan anggur serta roti pada komuni. Para sarjana berhaluan Calvinis dari Eropa, di antaranya Martin Bucer, John a Lasco dan Peter Martyr, menjadi guru-guru besar pada Universitas Oxford dan Cambridge.
Namun bentuk kebaktian masih harus mengalami perubahan. Misa masih dijalankan dalam bahasa Latin, dan orang-orang mulai mengadakan huru-hara tentang hal itu.
Cranmer sangat menguasai bahasa Inggris, di samping wawasannya yang luas dan nalar yang mantap tentang apa yang baik bagi kebaktian. Dalam keadaan politik dan agama yang tidak menentu di Inggris, uskup agung ini harus mengetuai panitia yang dapat menciptakan liturgi yang dapat diterima keduanya, Protestan dan Katolik. Kompromi yang ditampilkan dalam Buku Doa Umum itu menggunakan ritual-ritual yang sungguh mengesankan namun telah menghilangkan unsur-unsur Katolik yang menyinggung banyak orang Protestan. Akta Penyeragaman, yang menjadi undang-undang pada tahun 1549, tahun buku tersebut diterbitkan, mengharuskan gereja-gereja menggunakan liturgi tersebut.
Buku Doa Umum telah memberi gereja sastra klasik dan bentuk kebaktian yang mengambil jalan tengah, tetapi banyak yang mengeluh bahwa buku tersebut kurang mencerminkan paham Protestan. Pada tahun 1529, versi yang telah direvisi dan dengan lebih banyak kandungan Protestan, diterbitkan.
Selain itu, Cranmer mengeluarkan Empat Puluh Dua Artikel, pengakuan iman yang ditandatangani sang raja muda. Seperti Buku Doa Umum, Empat Puluh Dua Artikel ini pun mengikat seluruh kaum rohaniwan.
Ketika raja muda tersebut mangkat, puteri sulung Henry, Mary, menjadi ratu. la berupaya membawa Inggris kembali ke Katolisisme, dalam kekuasaannya yang pendek dan keras, yang membuatnya dijuluki Bloody Mary. Di bawah tekanan, Cranmer tunduk pada tuntutan Mary agar ia kembali pada iman Katolik dan menandatangani pernyataan-pernyataan yang menarik kembali kepercayaan-kepercayaan Protestan. Tetapi pada persidangan (pengadilan) terakhir, ia menegaskan kepercayaannya di muka umum dan membatalkan pernyataan yang ditandatanganinya. Seperti para pemimpin Protestan lainnya – termasuk Ridley dan Latimer, yang telah dibakar pada tahun sebelumnya – ia pun dihukum. Di dalam api, Cranmer mengulurkan tangannya yang telah menandatangani pernyataan itu, agar tangan tersebut menjadi bagian badannya yang pertama menjadi abu.
Buku yang ditulis oleh martir Cranmer akan kembali berperan di bawah adik perempuan Mary, Elizabeth, putri kedua Henry, yang membawa Inggris kembali pada Reformasi.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
055) Tahun 1559 John Knox Kembali ke Skotlandia untuk Memimpin Reformasi
John Knox
Abad keenam belas adalah masa bergejolak bagi Skotlandia yang kecil, miskin dan tercabik karena perang. Para bangsawan yang berkuasa mendukung Inggris atau Perancis. Pergolakan di dalam dan ancaman luar telah menciptakan kerancuan politik yang mengharapkan perubahan.
Dari sudut agama, reformasi telah ditindas habis-habisan. Pendeta Lutheran, Patrick Hamilton, mati dibakar pada tahun 1528. Disusul George Wishart pada tahun 1548. Salah seorang pendukung Wishart, Pendeta John Knox yang dulu tidak pernah begitu dikenal mengambil alih reformasi tersebut, tetapi tidak lama.
Knox ditangkap pasukan Perancis yang dikirim untuk mengatasi para pemberontak yang telah membalas kematian Wishart dengan membunuh Kardinal Beaton, yang telah memerintahkan menghukum Wishart. Knox menjadi budak pada sebuah perahu selama sembilan belas bulan. Ketika ia dibebaskan, ia pergi ke Inggris yang Protestan, tempat ia berdiam hingga Mary naik takhta. Kemudian ia lari ke Eropa, bersama-sama dengan orang-orang Protestan lainnya. Di Jenewa, ia menjadi salah seorang pengikut Calvin yang mengagumkan dan terbenam dalam teologi Reformasi.
Ketika Knox berada di luar negeri, Skotlandia menjadi mitra Perancis melalui perkawinan Mary Stuart, ratu Skotlandia, dengan pewaris takhta Perancis. Banyak di antara orang-orang Skotlandia takut akan pemerintahan Perancis yang Katolik. Perpaduan antara rasa nasionalisme dan ketidakpuasan agama bangkit untuk menciptakan iklim reformasi.
Knox kembali ke negaranya pada tahun 1559 untuk memberi dukungan. Pertempuran antara pasukan sang ratu dan orang-orang Protestan pun usai, dengan kemenangan bagi pihak Protestan. Pada tahun 1560, parlemen menganut iman Calvinisme, yang disusun oleh Knox dan yang lainnya. Parlemen juga menyatakan bahwa paus tidak mempunyai hak di Skotlandia dan melarang misa.
Untuk menggantikan tata tertib Katolik, Knox dan para pengikutnya menulis Buku Disiplin yang menjelaskan pemerintahan Gereja Presbiterian yang sudah dimodifikasi. Buku itu juga memberikan pendidikan yang komprehensif, termasuk universitas. Karya itu juga menjadi tanda batas negeri itu, yang membantu perkembangan kebebasan yang mandiri dan semangat demokrasi.
Untuk menuntun kebaktian Gereja Presbiterian, Knox menulis Buku Tata Ibadah Umum, yang mengacu pada Calvin dan reformator Swiss lainnya. John Knox dan sang ratu sering bertengkar. Keadaan di istana ratu yang Katolik itu secara moral memang longgar. Dari mimbarnya di St. Giles, Edinburgh, Knox mencela ratu tersebut. Meskipun sang ratu tidak berupaya mempertohatkan kembali orang-orang Skotlandia, ia menjalankan kepercayaannya di kapel pribadinya — sesuatu yang tidak disetujui Knox.
Meskipun Mary orangnya cantik, dia tidak bijak dalam urusan politik dan pribadi. Setelah kematian suami Perancisnya itu, ia menikah dengan saudara sepupunya, Lord Darnley. Setelah kematian suaminya yang cukup mencurigakan, ia buru-buru menikahi Pangeran Bothwell. Pada tahap itu orang-orang Katolik pun membencinya. Para bangsawan Skotlandia mendesaknya turun takhta, sehingga terbukalah jalan bagi sebuah negeri Skotlandia yang Protestan. Putranya, James, yang akan mewarisi takhta Inggris, bukanlah Katolik, dan Knox memperlihatkan persetujuannya dengan berkhotbah pada penobatan bocah itu pada tahun 1567.
056) Tahun 1572 Pembantaian pada Hari Santo Bartolomeus
Ada secercah harapan damai di Paris pada tanggal 18 Agustus 1572. Sebuah pernikahan yang megah menjalin dua faksi yang bertikai di Perancis. Henry dari Nawarre berasal dari keluarga Protestan sejati. Ia menikahi Marguerite dari Valois, saudara perempuan Raja Charles IX yang muda dan putri Catherine de Medici, seorang Katolik. Para bangsawan Protestan dan Katolik yang bertempur satu dengan lainnya selama sepuluh tahun menghadiri peristiwa agung ini.
Calvinisme telah sampai ke Perancis pada tahun 1555. Gereja Protestan Perancis dengan resmi didirikan pada tahun 1559, dengan tujuh puluh dua jemaat dalam Sinode Paris. Para misionaris berdatangan dari Strasbourg dan kota-kota Calvinis lainnya. Tidak lama kemudian terdapat 2.000 gereja dan 400.000 pengunjung. Kaum Protestan Perancis dikenal sebagai Huguenot.
Perang meletus pada tahun 1562, dengan pembantaian para Huguenot di Vassy. Orang-orang Protestan telah mengembangkan komando militernya sendiri dan mengadakan perlawanan dalam tiga "perang agama" yang terpisah. Manuvernya sama rumitnya dengan permainan catur. Ratu Catherine de Medici berupaya mengonsolidasikan kekuasaannya atas takhta putranya yang muda dengan mengadu domba para pesaingnya.
Perpaduan persaingan nasionalisme, dinasti, agama dan politik telah menyulut api tersebut. Bagaimana Perancis menjalin hubungan dengan negara-negara Spanyol, Belanda dan Inggris? Menurut dinastinya, sang ratu telah bersekutu dengan Guises untuk melawan Bourbon. Politik dan agama agaknya menyatu, karena para bangsawan Huguenot lebih cenderung menjadi republikan, anti kerajaan dan anti kepausan.
Sementara ia merencanakan perkawinan ini, Catherine merencanakan juga pembunuhan Gaspard de Coligny, pemimpin Huguenot. Coligny adalah pahlawan Perancis populer yang telah menjadi Protestan. Akhir-akhir ini ia banyak didengar oleh sang raja remaja itu, khususnya, ia telah menyarankan agar Perancis mendukung Belanda melawan Spanyol, strategi yang ditentang Catherine. Pada tanggal 22 Agustus usaha pembunuhan gagal total. Sesudah pesta perkawinan, rencana terselubung seperti itu memalukan keluarga kerajaan. Menurut laporan, sang raja mengatakan, "Jika Anda ingin membunuh Coligny, mengapa Anda tidak membunuh semua Huguenot di Perancis agar tidak ada seorang pun tertinggal dan membenci saya?"
Hal itu hampir saja terjadi. Dalam kepanikannya, Catherine memerintahkan agar semua pemimpin Protestan di Paris dibantai. Perintah itu dilaksanakan pada pukul 4 pagi tanggal 24 Agustus 1572 – Hari St. Bartolomeus. Coligny terbunuh di kamarnya. Claudy Marcel, seorang pejabat kota, membentuk kelompok-kelompok perusuh (termasuk sejumlah tukang pukul asing) untuk memburu para pemimpin Huguenot lainnya. Tidak sukar mencari mereka. Umumnya para Huguenot adalah pedagang-pedagang makmur di kota. Mereka memiliki toko-toko sendiri. Dengan tiba-tiba saja kebencian kalangan bawah meluap pada warga kelas menengah ini. Atas nama kemurnian agama, pembantaian keji dimulai.
Ratusan jasad telah ditumpuk. Banyak yang dibuang di sungai Seine. Kekejaman itu sungguh mengejutkan: Seorang penjilid buku dipanggang dengan api dari pembakaran buku-bukunya sendiri – berikut ketujuh orang anaknya. Para bayi pun tidak luput dari pertumpahan darah itu.
Kegilaan ini menyebar ke propinsi-propinsi lain pada hari-hari bahkan minggu-minggu berikutnya. Catherine berusaha mengakhiri kekerasan di Paris itu dengan meminta Charles menandatangani pernyataan bahwa pembunuhan Coligny dan para Huguenot lainnya bukan untuk mematikan iman Protestan, melainkan hanya untuk membatalkan sebuah konspirasi. Hal itu mungkin mengobati luka warga Paris, tetapi di daerah-daerah lainnya di Perancis, teror itu baru mulai. Meskipun ada perintah kerajaan kepada para gubernur di propinsi untuk memberi "perlindungan" kepada para Huguenot, para perusuh bertambah ganas.
Di Lyons, contohnya, para Huguenot digiring untuk "berlindung" ke sebuah biara. Ketika di sana sudah penuh, mereka dipindahkan ke sebuah penjara. Namun, para perusuh Katolik berupaya menyerang penjara tersebut dan membunuh mereka. Di mana-mana para Huguenot dipaksa membayar uang tebusan berat bagi keselamatan mereka sendiri, namun mereka dibunuh juga.
Angka perkiraan kematian mereka mencapai 100.000, walaupun mungkin sesungguhnya hanya berkisar 30.000 atau 40.000 orang. Namun, pembantaian tersebut tidak memadamkan api Huguenot di Perancis. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi lima kali perang saudara antara Protestan dan Katolik di Perancis.
Tidak lama setelah perang terakhir, pada tahun 1589, Henry dari Nawarre – mempelai laki-laki yang Protestan, pada perkawinan itu – menjadi raja. Sebelumnya, untuk keperluan politik, ia pernah menanggalkan ikatan Protestannya – perbuatan ini diulanginya lagi ketika ia menjadi raja. Pada tahun 1598 ia mencoba mendamaikan para Huguenot dengan Edik Nantes yang memberi kebebasan agama terbatas – sekurang-kurangnya di kubu Huguenot. Namun, ia membatasi serangan orang-orang Protestan ke daerah-daerah Katolik.
Masa kejayaan para Huguenot sangat singkat. Kardinal Richelieu menghentikan kesempatan berpolitik mereka pada tahun 1629, dan Louis XIV dengan resmi membatalkan Edik Nantes pada tahun 1685. Hal itu menjadi era lain sebelum kekuasaan Katolik di Perancis ditantang lagi.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
057) Tahun 1608-1609 John Smyth Membaptis Orang-orang Baptis Pertama
Pada dekade pertama abad ketujuh belas, dua rombongan melarikan diri ke Belanda, karena penyiksaan Anglikan. Salah satu dari rombongan ini menjadi kaum Pilgrim, yang lain menjadi kaum Baptis.
Masa itu adalah masa yang tidak menentu bagi sernua orang Kristen di Inggris. Ratu Elisabeth telah menstabilkan Reformasi Anglikan melalui jalur moderat – yakni melalui Gereja Anglikan yang mirip Katolik. Ia telah menghindari perang saudara berdarah yang telah menghancurkan Eropa. Tetapi keputusannya mengganggu pikiran banyak orang Protestan yang radikal. Beberapa di antaranya ingin "menyucikan" Gereja dari dalam (kaum Puritan), tetapi yang lain memutuskan berpisah dari Gereja yang sudah ada (kaum Separatis). Namun, masih berbahaya mengadakan pertemuan-pertemuan keagamaan secara sendiri-sendiri.
Ketika James I naik takhta pada tahun 1603, tak seorang pun tahu apa yang harus diharapkan. Para Puritan dan Separatis merasa gembira dengan fakta bahwa ia dibesarkan di Skotlandia yang Presbiterian. Fakta itu mungkin akan membelokkannya ke kepentingan mereka. Orang-orang Katolik senang dengan fakta bahwa ibu James, Mary, ratu orang Skotlandia, adalah Katolik sejati. Tetapi kenyataannya, James seorang Anglikan sejati dan menyulitkan orang-orang yang tidak sepaham dengan gereja resmi.
John Smyth, lulusan Universitas Cambridge, adalah seorang pengkhotbah dan dosen di lingkungan Gereja Anglikan pada pergantian abad ketujuh betas. Pada usia tiga puluhan, tampaknya ia sudah mulai merenungkan kebenaran agama. Sekitar tahun 1606, ia memberanikan diri menclirikan Gereja Separatis di Gainsborough, Lincolnshire. Keberanian Smyth mungkin telah memberi inspirasi bagi yang lainnya. Banyak kelompok Separatis lainnya yang bermunculan di daerah itu, termasuk satu di Scrooby, di rumah William Brewster.
Ketika oposisi para penguasa marak, jemaat Smyth lari ke Amsterdam. Hal ini terjadi sekitar tahun 1608. (Kelompok Scrooby ini lari ke Leiden dan di kemudian hari mengirim sebagian keanggotaannya ke Amerika.) Di Amsterdam, gereja Smyth menyewa tempat dari seorang Mennonite. Melalui jalinan hubungan Smyth dengan kelompok Mennonite Amsterdam, Smyth mulai berubah pikiran.
Para Mennonite mengambil nama itu dari Menno Simon, mantan imam yang telah mengembangkan komunitas Anabaptis yang kokoh di Belanda. Para Anabaptis adalah orang-orang radikal dalam reformasi, yang menentang gereja-negara jenis apa pun dan menegaskan bahwa hanya orang-orang percaya yang boleh dibaptis.
Smyth yakin bahwa baptis anak tidak sesuai dengan Alkitab dan tidak logis, serta meyakinkan sekitar empat puluh anggota jemaatnya. Ia mulai membaptis ulang dirinya sendiri dan anggota-anggotanya.
Boleh dikatakan bahwa inilah awal mula Gereja Baptis. Namun, hal ini tidak terjadi begitu Baja. Kelahiran Gereja Baptis didasari oleh sebuah tradisi Baptis lain – perpecahan gereja. Pada tahun 1610, Smyth meragukan keabsahan pembaptisan independen yang ia pimpin, dan mengupayakan jemaatnya bergabung dengan Gereja Mennonite. Sepuluh orang anggota gereja menentang keras penggabungan tersebut. Mereka menentang Smyth dan meminta para Mennonite tidak menerima kelompok ini. (Para Mennonite sesungguhnya mengulur-ulur waktu dan menunggu hingga tahun 1615 untuk menerima para anggota baru tersebut – tiga tahun setelah Smyth meninggal akibat penyakit TBC.)
Sementara itu, kelompok pecahan, yang dipimpin Thomas Helwys, kembali ke negaranya. Di sana, dekat London, mereka mendirikan Gereja Baptis Inggris. Helwys, orang desa yang terhormat, yang telah belajar hukum, menjadi orang yang vokal menyarankan kebebasan beragama dengan inenerbitkan buku A Short Declaration of the Mystery of Iniquity (Deklarasi Pendek tentang Misteri Ketidakadilan). Dengan lancang ia mengirim salinan yang ditandatanganinya kepada Raja James dengan catatan: "Sang Raja adalah manusia yang bisa mati (mortal) dan ia bukan Allah, karenanya tidak berkuasa atas jiwa abadi rakyatnya, untuk membuat undang-undang bagi mereka dan untuk menentukan para pemimpin spiritual bagi mereka."
Helwys ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara Newgate – dan tidak terdengar lagi berita tentang dia.
Namun gerakan Baptis bertumbuh. Gereja-gereja ini dikenal sebagai Baptis Umum karena pandangan mereka tentang penebusan dosa. Smyth telah meniru teologi Arminian dari para Mennonite, bahwa Kristus mati bagi seluruh manusia, bukan hanya bagi yang terpilih saja. Kelompok yang dikenal sebagai Baptis Khusus bangkit pada tahun 1638-1640. Mereka adalah para Puritan yang menganut ajaran baptis orang percaya, namun tidak melepas teologi Calvin. Mereka juga mempraktikkan baptis selam, yang segera diikuti Baptis Umum. Sampai saat itu, para pengikut Smyth membaptis dengan menuang (air). Menjelang 1644, terdapat empat puluh tujuh jemaat Baptis Umum di Inggris dan tujuh Baptis Khusus.
Dari awal, titik tolak kedua aliran Baptis terbesar itu telah nyata – baptis orang percaya dan kebebasan dari negara (ikrar yang mereka pegang bersama dengan Anabaptis). Hal ini berlanjut berabad-abad lamanya. Kebebasan itu telah mengakibatkan penganiayaan, perpecahan, namun telah membawa juga pencapaian individu yang besar.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
058) Tahun 1611 Penerbitan Alkitab Versi Raja James
"Kepada yang mahatinggi dan berkuasa Pangeran James dengan Anugerah Allah ..." Pangeran tersebut adalah putra Mary, ratu Skotlandia, dan sumber ungkapan di atas adalah persembahan dalam Alkitab yang diterjemahkan atas petunjuknya.
Ketika Ratu Elisabeth, penguasa Inggris wafat tanpa meninggalkan keturunan, James VI dari Skotlandia juga menjadi James I dari Inggris. Pada peristiwa itu, para Calvinis mengharapkan bahwa latar belakang Presbiterian pada dirinya akan menguntungkan, sedangkan gereja Inggris masih harus dikompromikan. Meskipun gereja (Inggris) telah membuang banyak ajaran Katolik yang tidak disukai gereja-gereja reformasi; ia tidak seprotestan gereja-gereja Lutheran dan Calvinis di Eropa. Sebagian orang Anglikan, dengan sandaran reformasi yang kuat, belum meninggalkan gereja negara, tetapi mereka ingin "menyucikan" Gereja – karenanya mereka disebut kaum Puritan.
Bagi James, kekuasaan mutlak ada di tangan seorang raja – ia percaya bahwa ia mempunyai "hak ilahi" untuk memerintah, sementara hierarki Anglikan dan gelar penguasa, yaitu Pembela Iman, sangat menarik baginya. la meremehkan ajaran Presbiterian, yang mengajarkan kebebasan yang tidak sepaham dengan hak ilahi seorang raja.
Bahkan sebelum James tiba di London, para Puritan sudah mengemukakan Petisi Millenary, yang diduga didukung oleh seribu orang. Mereka meminta perubahan moderat dalam Gereja Inggris. James tidak berniat menyerah pada tekanan para Puritan, namun karena jumlah mereka begitu besar, ia tidak bisa memandang sebelah mata. Maka pada Januari 1604, melalui sebuah konferensi, para uskup dan kaum Puritan bertemu di Hampton Court. Secara keseluruhan, pada pertemuan tersebut, di mana James telah mengancam akan "mengusir mereka ke luar negeri", merupakan kekalahan bagi kaum Puritan. Kemenangan tunggal mereka adalah bahwa James setuju dengan terjemahan baru Alkitab.
Sang raja membayangkan dirinya sebagai seorang terpelajar dan mungkin berpikir bahwa karya tersebut merupakan sesuatu yang berharga. Tetapi ia pun ingin melepaskan Alkitab Jenewa – versi populer, yang diterbitkan pada tahun 1560, yang cenderung Calvinis. Alkitab Para Uskup versi 1568 yang dimaksudkan untuk menggantikan Alkitab Jenewa telah diterima untuk dipakai di gereja, namun orang awam tidak pernah memilikinya. Jelaslah, terjemahan yang mendukung hak seorang raja dan diterima sebagai Alkitab yang dibaca umum, akan menguntungkan James.
Ia menunjuk lima puluh empat orang terpelajar, dibagi atas kelompok yang terdiri atas tujuh atau delapan orang, yang dapat bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama. Untuk mewujudkan Alkitab baru, mereka mengacu pada teks asli dan terjemahan-terjemahan sebelumnya. Alkitab Tyndale, misalnya, berdampak besar atas karya mereka.
Terjemahan tersebut berlangsung dari tahun 1607 sampai tahun 1611. Meskipun "versi yang berwibawa" atau Alkitab Versi Raja James tidak mendapat pengakuan resmi dari James, namun lambat-laun Alkitab tersebut menggantikan Alkitab Jenewa. Terjemahannya yang terpelajar dan akurat bertahan berabad-abad lamanya.
Bagi sekelompok orang, inilah Alkitabnya.
Sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555-40.html
Subscribe to:
Posts (Atom)